Isu Gagal Bayar Dinilai Jadi Pemantik Anjloknya Saham Jiwasraya
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Pemberitaan mengenai gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang beredar di masyarakat pada 2018 disebut memengaruhi anjloknya nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan pelat merah tersebut.
“Pada akhir 2018, saham Jiwasraya mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan berita gagal bayar Jiwasraya," kata Direktur PT PAN Arcadia Asset Management, Irwan Gunari, saat bersaksi dalam persidangan, Kamis malam, 16 Juli 2020.
Dia menegaskan bahwa isu tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar modal, khususnya saham-saham yang masuk dalam portofolio Asuransi Jiwasraya. Alhasil, nilai saham yang dipegang BUMN asuransi itu pun menurun pada periode tersebut.
“Jadi, isu gagal bayar ini sangat sensitif sekali. Isu negatif ini memengaruhi portofolio investasi saham," ujarnya.
Senada Irwan, penasihat hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk, juga mengungkapkan bahwa berdasarkan pengakuan manajer investasi (MI) dalam persidangan, isu gagal bayar tersebut menyebabkan nilai semua saham yang dimiliki oleh asuransi tertua di Indonesia ini anjlok.
“Nilai saham itu bergantung sentimen negatif pasar. Kalau isunya negatif semua maka otomatis nilai sahamnya anjlok. Dan itulah yang terjadi di Jiwasraya," kata Kresna kepada awak media, Jumat, 17 Juli 2020.
Menurutnya, sentimen negatif terhadap saham Jiwasraya terjadi saat manajemen mengumumkan gagal bayar. Semua manajer investasi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan, tekan Kresna, mempertegas kondisi tersebut.
Keputusan itu pun, lanjut dia, memicu penarikan dana nasabah secara signifikan (rush) dari saham-saham yang juga dipegang oleh Asuransi Jiwasraya. Selain itu, sentimen negatif itu lebih lanjut membuat saham-saham tersebut tidak lagi diminati investor.
Oleh karena itu, Kresna menegaskan bahwa manajemen Asuransi Jiwasraya dengan Dirut Hexana Tri Sasongko harus bertanggung jawab atas ambruknya nilai saham yang dipegang BUMN ini.
“Isu negatif ini kan dihembuskan oleh manajemen direksi baru Jiwasraya. Dan ini pemantik rush," tutur Kresna.
Padahal, berdasarkan keterangan seluruh manajer investasi (MI), sambung Kresna, naik turunnya harga saham lumrah terjadi di lantai bursa. Bahkan, harga saham yang tergolong blue chips atau saham berkapitalisasi besar juga bisa mengalami penurunan.
Sebaliknya, jelas dia, nilai saham yang dikategorikan lapis tiga atau yang berkapitalisasi kecil bisa naik signifikan tanpa diduga.
“Jadi, saham bersifat fluktuatif, bisa naik bisa turun. Demikian juga saham yang dimiliki Jiwasraya waktu itu memang nilainya turun semua," ujarnya.
Kresna meyakini jika kondisi pasar membaik maka harga-harga saham Jiwasraya ini akan terkerek naik lagi.
Di samping sentimen negatif itu, Kresna mengatakan, para MI mengakui bahwa anjloknya nilai saham yang dimiliki Jiwasraya di bursa turut dipengaruhi oleh kondisi pasar modal pada 2018. Kinerja indeks harga saham atau IHSG sepanjang tahun itu mengalami penurunan 2,5 persen.
Penurunan IHSG sepanjang 2018 itu terkait erat dengan sejumlah sentimen negatif di ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5 persen, depresiasi nilai tukar rupiah, dan defisit neraca perdagangan.
Sentimen lain yang turut memengaruhi kondisi itu adalah kondisi luar negeri seperti perang dagang dan penaikan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral Amerika Serikat.
"Saya tanya MI, apakah hanya saham IIKP dan TRAM saja yang turun? Ternyata tidak. Karena hampir semua sahamnya turun," kata Kresna.
Dia menambahkan, kondisi serupa dialami oleh portofolio saham yang dimiliki Asuransi Jiwasraya. Nilai sekitar 100 saham yang dimiliki BUMN itu menurun pada periode tersebut.
Namun, Kresna menegaskan bahwa berdasarkan keterangan MI, kondisi itu bisa berbalik. Menurut dia, kinerja saham-saham milik Asuransi Jiwasraya bisa meningkat lagi bila kondisi ekonomi dan kinerja IHSG membaik.
"Dan itu kesaksian MI yang dihadirkan JPU," ujarnya.