Bappenas Ingatkan Pemukiman Padat Rawan Jadi Pusat Penyebaran Wabah
- Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVA – Direktur Perkotaan, Perumahan, Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, permukiman padat dengan infrastruktur dasar yang belum memadai, sangat berpotensi menjadi pusat penyebaran wabah bagi para penduduknya.
Meskipun kondisinya tidak sedang mengalami masa pandemi seperti COVID-19 saat ini, namun hal itu kerap terjadi pada sejumlah kasus wabah lain seperti misalnya demam berdarah, diare, atau bahkan tuberculosis (TBC).
"Apalagi sebenarnya untuk COVID-19 itu sumber pusat penyebarannya seringkali datang dari daerah-daerah, yang memang kondisi drainase atau bahkan lingkungannya kurang baik," kata Dewi dalam telekonferensi bersama The HUD Institute, Kamis 9 Juli 2020.
"Jadi potensi penularan COVID-19 di kawasan padat penduduk atau bahkan kumuh itu, memang relatif lebih besar," ujarnya.
Dewi menjelaskan, banyaknya permukiman di perkotaan yang kondisinya lebih padat, termasuk dari variasi sektor ekonomi para penduduknya yang pasti lebih homogen dan lebih terdistribusi, menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan seperti misalnya masalah kesehatan tersebut.
"Karena dari sisi ketersediaan perumahan, lahannya pasti akan lebih terbatas karena makin lama harga lahan juga akan lebih mahal," kata Dewi.
Apalagi, di kota-kota besar seperti Jakarta, nyatanya juga masih banyak hal-hal yang belum memadai dalam hal pemenuhan kebutuhan akan permukiman.
Misalnya seperti soal layanan infrastruktur dasar, serta aspek-aspek perumahan layak yang mungkin juga masih belum tersedia dan memadai bagi kebanyakan masyarakat.
Terlebih, data BPS juga menunjukkan bahwa sebanyak 38,9 persen atau hampir 40 persen penduduk di perkotaan, masih tinggal di permukiman-permukiman yang tidak layak. Baik itu dilihat dari kualitas bangunan, ketersediaan luas bangunan, maupun akses terhadap infrastruktur dasar lainnya.
"Jadi permukiman yang rentan menjadi pusat penyebaran wabah, adalah permukiman padat yang aksesnya memang sulit," kata Dewi.
"Misalnya dengan jalan yang mungkin tidak terlalu lebar, dan tidak bisa diakses dengan kendaraan. Sehingga layanan-layanan seperti pengangkutan sampah, drainase, air limbah, ataupun air minum juga terkendala," ujarnya.
Â