Manajemen Kartu Prakerja Anggap Pelatihan Tatap Muka Lebih Mahal
VIVA – Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja menganggap, pelatihan secara tatap muka belum bisa langsung diterapkan saat diberlakukannya masa hidup baru atau new normal di tengah pandemi virus corona (covid-19).
Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya Ruky mengatakan, salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya pelatihan secara tatap muka atau offline ketimbang online sebagaimana yang diterapkan saat ini.
Kata dia, berdasarkan informasi dari berbagai lembaga pelatihan, pelatihan secara offline membutuhkan biaya rata-rata Rp3-7 juta. Sementara itu, saat ini, biaya pelatihan yang diberikan pemerintah untuk para penerima manfaat sebesar Rp1 juta.
"Bantuan pelatihan pelatihan untuk peserta hanya Rp1 juta, tapi kenyataannya pelatihan offline lembaga pelatihan rata-rata nilainya Rp5 juta, Rp3 juta sampai Rp7 juta," kata dia saat telekonferensi, Senin, 8 Juni 2020.
Untuk itu, dia menganggap, dengan besaran selisih itu dikhawatirkan para penerima manfaat program kartu prakerja tidak dapat mengakses layanan pelatihan secara offline. Meski begitu, Panji menegaskan, pelatihan secara offline tetap menjadi arahan Komite Cipta Kerja yang membawahi program tersebut.
"Jadi memang sudah menjadi arahan komite untuk siapkan pelatihan offline atau tatap muka. Tapi ini butuh persiapan, karena kalaupun ada yang beberapa daerah greenlight, tapi masih ada risiko penularan," tegas Panji.
Meski begitu, Panji memastikan, Manajemen Pelaksana bersama dengan pemerintah pusat akan mencari solusi agar pelatihan offline bisa cepat terlaksana. Salah satunya, denga memanfaatkan program pelatihan yang dimiliki oleh Kementerian atau Lembaga (K/L).
"Jadi ada sembilan K/L yang sudah beri pelatihan di luar prakerja melalui offline. Jadi kami perlu koordinasi dan menyingkronkan dengan pelatihan yang telah disediakan pemerintah. Jadi kendalanya selain covid juga adalah biaya pelatihan offline itu sendiri yang mahal," ucap Panji.