BPS Tak Catat Inflasi Akibat Kenaikan Harga Masker, Ini Alasannya
- Mohammad Yudha Prasetya/VIVAnews
VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) tidak mencatat besaran inflasi dari kenaikan harga masker yang terjadi akibat wabah virus corona (Covid-19) pada Februari 2020. Padahal, sejak awal itu, harga masker di pusat penjualan tanah air mengalami kenaikan hingga 600 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Yunita Rusanti menjelaskan, itu disebabkan komoditas masker tidak masuk menjadi bagian dari barang yang disurvei dalam Indeks Harga Konsumen (IHK). Kenaikannya pun dikatakan dia tidak terjadi sepanjang musim.
"Kebetulan untuk masker enggak masuk paket komoditas Indeks Harga Konsumen. Ini kan sebetulnya kejadian yang di luar kebiasaan," kata dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 2 Maret 2020.
Menurut Yunita, suatu komoditas akan dimasukkan ke dalam IHK untuk menghitung inflasi jika komoditas tersebut sering digunakan masyarakat atau menjadi bagian dari komoditas utama yang dikonsumsi masyarakat. Sedangkan masker, tidak selalu di beli oleh masyarakat.
"Padahal untuk hitung atau memilih komoditas apa yang masuk itu berdasarkan survei komoditas apa yang banyak di konsumsi rumah tangga, sedangkan masker kan enggak, jadi enggak masuk," tegasnya.
Sebagai informasi, masker tipe N95 yang merupakan standar medis dengan tiga lapisan, harganya harus merangsek naik dibandingkan hari biasanya di Pasar Pramuka. Pada awal Februari 2020, masker tersebut dihargai sebesar Rp1,2-1,5 juta per boks dengan isi sebanyak 20 buah.
"Semua tipe masker sekarang sangat laku, karena yang penting sudah masuk standar medis. Seperti misalnya memiliki tiga lapisan atau bahkan yang model N95," kata Rita (40 tahun) pedagang di pasar Pramuka saat ditemui VIVAnews, Rabu 5 Februari 2020.
Rita menjelaskan, kenaikan harga yang sangat tinggi tersebut tentunya disebabkan oleh banyaknya permintaan dalam waktu seminggu terakhir. Bahkan, untuk harga masker N95 tersebut sebenarnya secara normal hanya dihargai Rp215 ribu per boks.
"Jadi kenaikan drastis ini bukan ulah pabrik, karena itu sudah dari tangan ke tangan. Karena kita langsung ke pabrik itu sudah tidak ada barangnya (masker)," tegas dia.