Omnibus Law Dianggap Produk Kapitalis, Pekerja Metal Ancam 'Jihad'

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019). Rapat kabinet terbatas tersebut membahas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menilai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan produk sistem kapitalis. Mereka berjanji akan berjuang habis-habisan supaya Rancangan Undang-Undang yang akan merevisi 82 Undang-Undang itu tidak disahkan.

Pekerja Sektor Keuangan di Indonesia Alami Stres, Ini 3 Faktor utamanya

Sekretaris Jenderal FSPMI Riden Hatam Aziz menjelaskan Omnibus Law tersebut dianggap sebagai produk kapitalis karena dalam konsep pembahasannya tidak melibatkan serikat pekerja atau buruh. Menurut Aziz, pemerintah hanya melibatkan pengusaha dalam pembahasannya.

"Caranya saja sudah salah, caranya sudah tidak adil, bahkan sudah tidak Pancasilais. Di mana keadilannya? Bicara perburuhan, ketenagakerjaan, kami sebagai pekerja tidak dilibatkan. Tidak Pancasilais pemerintahan sekarang," kata dia di Kantor LBH Jakarta, Sabtu 28 Desember 2019.

Wamenaker Noel Merinding Hadiri Istighosah Sritex: Baru Kali Ini Buruh-Pengusaha Satu Suara

Menurut Aziz, substansi yang terkandung dalam RUU tersebut juga sangat merendahkan para pekerja atau buruh. Sebab, didalamnya  terkandung mengenai aturan baru terkait kemudahan proses perekrutan dan pemutusan hubungan kerja atau PHK, penggajian berdasarkan jam kerja, hingga memberikan kemudahan perizinan bagi tenaga ahli asing untuk kerja di Indonesia.

"Dengan demikian sikap kami, kami akan total. Bahkan, bahasa saya sebagai sekjen, akan jihad dalam tanda petik, karena hal ini menyangkut prinsip fundamental, caranya saja sudah salah. Apakah ini akan menjadikan negara kapitalis, negara kerjaan," ujarnya.

Permintaan APD Meningkat, Keselamatan Para Pekerja Kian Diperhatikan

Padahal, lanjut Aziz, sebagai negara yang menganut distem demokrasi, setiap bentuk perubahan yang akan dilakukan terhadap aturan dasar dalam bernegara, yakni undang-undang, harus melibatkan pihak-pihak yang berkaitan erat dengan aturan tersebut. Sedangkan, omnibus law pembahasannya tidak melibatkan pekerja.

"Khusus di kluster ketenagakerjaan omnibus law, kami sebagai pekerja sampai detik ini tidak ada diajak bicara, dibahas dalam rapat-rapat, padahal fungsi kita memberikan rekomendasi," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato, mengklaim telah melibatkan buruh atau serikat pekerja dalam pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia membantah, pembahasan itu hanya dua arah antara pengusaha dan pemerintah.

Meski begitu, dia menegaskan, pembahasan secara keseluruhan terkait adanya undang-undang “sapu jagat” tersebut, memang hanya melibatkan buruh saat pembahasan undang-undang atau pasal-pasal yang terkait ketenagakerjaan bersama Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah. (ren)
 

Menghitung uang kertas rupiah pecahan 100 ribu (Foto ilustrasi)

UMP Jakarta 2025 Bakal Diumumkan Setelah Pilkada

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi Jakarta mengatakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 batal diumumkan.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024