Cadangan Devisa Meningkat Tembus US$130,5 Miliar, Dolar AS di Rp13.956
- U-Report
VIVA – Posisi cadangan devisa Indonesia kembali meningkat. Bank Indonesia mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2020 sebesar US$130,5 miliar.
Besaran itu meningkat dibandingkan dengan posisi akhir April 2020 sebesar US$127,9 miliar. Setara dengan level saat sebelum mewabahnya virus corona pada Februari 2020 di level US$130,4 miliar.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal, serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Onny melalui siaran pers, Senin, 8 Juni 2020.
Onny menjelaskan, peningkatan cadangan devisa pada Mei 2020 terutama dipengaruhi oleh penarikan utang luar negeri pemerintah, dan penempatan valas perbankan di Bank Indonesia.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik," tutur Onny.
Baca juga: China dan WHO Berbohong Tentang COVID-19, Cek Faktanya
Rupiah bergerak di kisaran Rp13.900 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mengalami penguatan pada perdagangan awal pekan ini, Senin, 8 Juni 2020. Rupiah bergerak di kisaran Rp13.900 per dolar AS.
Perdagangan di pasar spot pada hari ini, rupiah telah ditransaksikan di level Rp13.891 per dolar AS, atau menguat 0,21 persen dari level perdagangan akhir pekan lalu, Jumat, 5 Juni 2020 di posisi Rp13.920. Bahkan, rupiah sempat menyentuh angka Rp13.847 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar dolar AS hari ini berada di posisi Rp13.956. Dolar melemah dibanding kurs akhir pekan lalu yang dipatok Rp14.100.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, mengatakan, pergerakan positif itu seiring dengan sentimen baik pelaku pasar keuangan terhadap membaiknya perekonomian AS, setelah adanya kebijakan relaksasi pembatasan sosial atau lockdown.
Data tenaga kerja AS, baik Non-Farm Payrolls (NFP) dan tingkat pengangguran yang dirilis akhir pekan lalu, menunjukkan penambahan jumlah orang yang dipekerjakan di luar sektor pertanian dan pemerintahan sebanyak 2,5 juta orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 13,3 persen, dari sebelumnya 14,7 persen.
"Data tenaga kerja AS yang lebih baik ini karena kebijakan AS yang sudah mulai membuka perekonomiannya, meskipun masih terkena wabah. Pasar pun masih berekspektasi positif terhadap upaya pembukaan ekonomi di negara-negara pandemi yang lain," kata Ariston hari ini melalui pesan singkat.