Permenhub 18 Tekenan Luhut Dicap Pukul Mundur Semangat Lawan Corona
- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
VIVA – Permenhub Nomor 18 tahun 2020 terkait Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 dinilai menabrak sejumlah aturan lainnya. Baik itu instrumen di atasnya maupun yang setara dengannya. Permenhub itu dianggap ambigu mengait ojek pangkalan dan ojek online alias ojol diperbolehkan untuk mengangkut penumpang saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) namun harus mengikuti protokol kesehatan. Padahal sebelumnya di Jakarta dengan adanya PSBB, kendaraan ojol tidak diperbolehkan untuk sementara waktu mengangkut penumpang.
Peneliti Pusat Kajian kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi berpendapat, terbitnya peraturan yang diteken Plt Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan dianggap menjadikan wajah politik hukum pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Corona COVID-19 justru tidak jelas dan tidak terarah.
"Permenhub ini memukul mundur semangat sejumlah pihak dalam pencegahan penyebaran COVID-19," kata Ferdian kepada awak media, Senin, 13 April 2020.
Dalam Permenhub 18 tahun 2020 disebut bahwa sepeda motor diperbolehkan untuk mengangkut penumpang dengan syarat memenuhi protokol kesehatan. Menurut Ferdian, aturan ini menabrak spirit Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yakni seruan social distancing dan physical distancing.
"Belum lagi soal mekanisme pengawasan terhadap kendaraan untuk dilakukan disinfeksi sebelum dan sesudah mengangkut penumpang. Secara teknis, peraturan ini sulit terlaksana dengan baik," ujarnya.
Ferdian menambahkan, Permenhub 18 juga menabrak spirit sejumlah norma seperti PP Nomor 21/2020 tentang PSBB, Permenkes No 9/2020 tentang Pedoman PSBB serta peraturan Gubernur DKI Jakarta No 33/2020 sebagai dasar PSBB di DKI Jakarta.
"Dampak dari Permenhub ini akan menjadikan masalah serius baik secara teknis perundang-undangan maupun teknis pelaksanaan PSBB," ujarnya.
Tak hanya itu, penerapan PSBB di wilayah Depok, Bogor dan Bekasi serta wilayah Tangerang Raya (kab/kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan) juga akan bermasalah.
"Daerah-daerah yang akan menerapkan PSBB akan kesulitan merumuskan kebijakannya imbas ambiguitas peraturan pemerintah ini," ujarnya.
Seharusnya kata dia Kementerian Hukum dan HAM sebagai leading sector pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan dapat mencegah munculnya norma yang ambigu ini.
"Disharmoni sejumlah aturan ini harus segera diharmonikan agar tidak membingungkan pemerintah daerah, aparat kepolisian, dan pemangku kepentingan lainnya khususnya dalam teknis pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah," imbuhnya.
Baca juga: Bima Arya Curi-curi Foto Tenaga Medis Tegakkan Salat Meski Amat Lelah