Bingung di Mana Jual Ayam, Ribuan Peternak Terancam Gulung Tikar
- ANTARA FOTO/Agvi Firdaus
VIVA – Penurunan permintaan ayam selama pembatasan sosial, guna mencegah penyebaran Virus Corona COVID-19 di Indonesia saat ini, menghantam nasib ribuan peternak. Hal itu terjadi khususnya terjadi pada peternak ayam berskala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ketua Umum Perhimpunan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Singgih Januratmoko mengatakan, peternak ayam setingkat UMKM mencapai 10 ribu-20 ribu pengusaha di seluruh Indonesia atau 80 persen dari seluruh peternak ayam.
Artinya, lanjut Singgih, hanya 20 persen peternak milik perusahaan besar. Kondisi saat ini justru peternak rakyat lah yang paling terpukul menghadapi pandemi COVID-19. Apalagi, peternak skala UMKM ini menyerap sekitar 12 juta tenaga kerja.
“Kami, peternak ayam skala UMKM ini terancam gulung tikar bila Pemerintah tidak melakukan apa-apa dalam kondisi pandemi Corona seperti ini,” kata Singgih dikutip dari keterangannya, Jumat 3 April 2020.
Singgih menyampaikan, para peternak meminta bantuan Pemerintah selama darurat Pandemi COVID- 19, dialokasikan juga untuk peternak rakyat. Caranya dengan membeli ayam yang ada di peternak kecil, untuk kepentingan operasi pasar misalnya.
Baca juga: Buruh Kecewa DPR Bahas Omnibus Law Cipker di Tengah Pandemi Corona
“Pemerintah buat pasar murah bentuknya tidak hanya beras, uang tunai tapi juga dalam bentuk daging ayam,” kata Singgih.
Secara umum, Singgih berharap Pemerintah segera menyelamatkan para peternak ayam dengan membereskan dari hulu hingga hilir.
Singgih mengatakan, untuk menurunkan populasi ayam dan menstabilkan harga, Pemerintah harus menekan produksi ayam berusia sehari (Day old chicken/DOC) hingga 50 persen. Bila DOC masih banyak, peternak juga enggan membesarkan karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga jual disaat permintaan juga menurun akibat pandemi COVID-19.
“Hulu dengan cara menurunkan DOC sampai 50 persen, lalu hilirnya Pemerintah membuat pasar murah darurat dengan membeli ayam rakyat, jangan dari perusahaan," ungkapnya.
"Perusahaan itu modalnya kuat bisa bertahan lebih lama dalam menghadapi kondisi saat ini,” ujar Singgih. Ia optimis bila pemerintah bisa melakukan dari hulu ke hilir, peternak rakyat bisa bertahan selama pandemi ini," tambahnya.
Dia mengingatkan, jika Pemerintah membiarkan peternak ayam berusaha sendiri menghadapi pandemi COVID 19 ini, para peternak akan berguguran dalam satu bulan ini. 12 juta tenaga kerja pun terancam putus hubungan kerja bila peternakan gulung tikar.
Dalam kesempatan berbeda, salah satu peternak ayam UMKM, Kadma Wijaya mengatakan, harga ayam hidup ditingkat peternak kini dibanderol Rp11.000 per kilogram, jauh di bawah biaya pokok produksi yang berkisar Rp18.000 per Kg.
Sejak diberlakukan pembatasan sosial skala besar pada pertengahan Maret lalu menurutnya, permintaan ayam telah menurun hingga 50 persen. Hal itu diperburuk dengan penjualan ayam peternakan besar kini menyasar tingkat eceran di “pasar becek'.
Baca juga; Kemensos Gelontorkan Rp25 Triliun untuk 2,6 Juta Pekerja DKI Jakarta
“Kita susah mengeluarkan ayam, karena permintaan turun. Pasar sudah banyak yang tutup, warung-warung makan banyak yang tidak buka, karena masyarakat ke mana-mana sudah tidak boleh sejak mulai pembatasan sosial,” kata Kadma.
Kadma menjelaskan, dari sisi harga jual saja, kerugian yang sudah harus ditanggung peternak bisa mencapai Rp7.000 per kg. Bila biaya produksi mencapai Rp18.000 per kg. Rata-rata, satu ekor ayam bisa 1,5 kilogram, satu ekor ayam bisa mengalami kerugian sekitar Rp10.000 per ekor.
“Ini baru dua minggu. Sebulan akan rugi berapa? karena kondisi seperti ini bisa stuck, belum ada pencerahan. Di beberapa kabupaten menerapkan karantina parsial itu pengaruh orang jadi enggak bisa ke mana-mana,” keluhnya.
Kondisi ini menurutnya, baru akan membaik jika Pemerintah turun tangan membantu para peternak ayam. Caranya dengan mengembalikan harga di tingkat peternak menjadi minimal Rp18.000 sebagai harga acuan.
“Kami tidak aneh-aneh permintaannya. Beli ayam-ayam kami saja sudah membuat kami senang dengan harga acuan sesuai biaya produksi. Kalau diberi pinjaman lunak, kalau ayamnya tidak ada yang membeli juga percuma,” kata Kadma yang punya peternakan di Bogor dan Sukabumi ini.
Hingga saat ini para perternak ayam tersebut mengaku, belum mendapatkan tanggapan langsung dari Pemerintah dalam hal ini, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Ketut Diarmita enggan memberikan pernyataannya. Dia pun memberikan mandat kepada Direktur Bibir Sugiyono. Namun, belum juga bisa memberikan solusi yang jelas.