Dampak Corona dan Penerapan Omnibus Law Terhadap Ekonomi Indonesia

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Wabah virus corona semakin meluas di seluruh dunia. Saat ini kasus virus corona telah ditemukan di 73 negara. 

Evaluasi Pelaksanan Pemilu 2024, DPR Mau Bikin Omnibus Paket Politik

Sejak pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Tiongkok, virus corona atau Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 80 ribu orang di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 3.000 orang meninggal dunia. 

Di Indonesia, Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan bahwa dua warga Depok, Jawa Barat, positif terinfensi corona. Sedangkan ratusan orang lainnya saat ini dalam pengawasan karena memiliki gejala seperti virus corona. 

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

Epidemi Covid-19 turut berpengaruh terhadap perekonomian China dan negara-negara lainnya, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu negara pengekspor komoditi terbesar ke China.

“Kalau kita lihat, dampak dari Covid-19 ini memang diperkirakan akan cukup signifikan bagi perekonomian China. Saat ini, aktivitas industri manufaktur di China terlihat menurun cukup drastis. Hal tersebut tentu saja berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi di China itu sendiri yang mana pada akhirnya berdampak juga terhadap perlambatan ekonomi global,” kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, di Jakarta, Selasa 3 Maret 2020.

Tuntut Upah Naik 10 Persen dan Pembatalan Omnibus Law, Buruh se-Indonesia Mau Aksi Selama Seminggu

Dampak menurunnya aktivitas industri manufaktur China, menurut Josua, tentu saja sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Dari sektor perdagangan, keadaan tersebut tentunya berpotensi terhadap kurangnya permintaan ekspor komoditi Indonesia untuk China. Sekedar catatan, saat ini hampir 17 persen ekspor Indonesia ditujukan ke China.

“Setiap satu persen perlambatan ekonomi China berpengaruh terhadap perlambatan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 persen,” ujarnya.

Dampak virus corona juga dirasakan di sektor pariwisata. Jumlah wisatawan China ke Indonesia menurun drastis, demikian juga dengan kinerja bisnis perhotelan dan restoran mengalami penurunan.  

Kemudian, dari sektor investasi, dapat dilihat dari gejolak pasar keuangan yang saat ini  cenderung tertahan.

Sama seperti negara-negara lain, saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan dalam hal mengantisipasi dari dampak negatif Covid-19 ini. Salah satu kebijakannya adalah memberikan insentif untuk sektor pariwisata. 

Kemudian, untuk sektor perumahan khususnya untuk masyarakat menengah ke bawah, kebijakannya adalah menurunkan suku bunga sehingga meningkatkan suplai untuk perumahan dan lain-lain.

“Hari ini, Bank Indonesia merespons dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mana kesimpulannya adalah menjaga nilai rupiah agar tetap stabil di pasar global. Langkah-langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu meminimalisir dampak negatif Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia," kata Josua. 

"Memang efek dari Corona ini belum bisa ditanggulangi, tapi kita berharap agar keadaan ini bisa segera di-recover baik China maupun Indonesia dan negara-negara lain,” lanjut dia.

Omnibus Law

Menyoal rancangan Omnibus Law, Josua berpendapat bahwa langkah tersebut merupakan langkah ideal yang mampu mendongkrak perekonomian Indonesia. Salah satunya dari segi investasi di mana melalui Omnibus Law pemerintah saat ini, segala bentuk peraturan yang menghambat atau mempersulit investasi akan dimudahkan.

“Ini merupakan bentuk respons pemerintah yang mana kita tahu tahun lalu akibat dampak perang dagang, banyak investasi dari China, khususnya sektor industri, yang direlokasi ke Vietnam, sehingga memang diperlukan langkah-langkah mendongkrak gelora investasi di Indonesia,” paparnya.

Salah satu yang menjadi penyebab invetasi berkurang adalah banyaknya aturan tumpang tindih di Indonesia yang membuat investor asing enggan berinvestasi, karena merasa sangat tidak efisien dan mempersulit.

Menurutnya, Omnibus Law ini sangat baik karena dari 74 peraturan yang saling tumpang tindih tersebut akan dipangkas menjadi satu payung hukum. Langkah ini tentunya dapat menjadi nilai lebih para investor asing untuk kembali berinvestasi, karena selain mempermudah proses juga mengurangi ongkos perizinan tadi.

“Jika investasi didorong dan berkembang, ini, kan, dampaknya akan membangun sektor-sektor industri manufaktur kita juga yang katanya berjalan di tempat. Jika industri manufaktur kita tidak diperkuat, kita akan terus bergantung dengan impor. Tak hanya industri manufaktur, sektor lainnya juga perlu ditingkatkan produktivitasnya yang mana hal tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan investasi,” tutur Josua.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya