Kisah Sukses Soedono Salim, Pendiri Bogasari yang Dijuluki Raja Dagang
- wartaekonomi
Pengusaha sukses sekaligus konglomerat asal Indonesia, Soedono Salim merupakan pendiri Grup Salim yang meliputi Indofood, Indomaret, Indocement, Indosiar, BCA, Indomarco dan masih banyak lagi.
Soedono Salim atau yang bernama asli Liem Sioe Liong merupakan pria kelahiran China, 19 Juli 1916. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Kisah suksesnya bermula di sebuah pelabuhan kecil, Fukien di bilangan Selatan China. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie, sejak tahun 1922 telah lebih dulu berimigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan Belanda kerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus.
Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak kakaknya. Dari Fukien, ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang membawanya menyeberangi Laut China, dan dibutuhkan perjalanan satu bulan untuk sampai di Indonesia.
Sejak jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus.
Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil. Dulu juga dia, banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai.
Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda Tionghoa. Liem melamarnya, tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan, lantaran takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul melihat tampang Liem yang masih totok. Tapi, Liem tak mau menyerah.
Akhirnya lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Pesta pernikahannya, bahkan dirayakan selama 12 hari. Maklum, keluarga istrinya cukup terpandang. Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya berkembang. Tapi, ketika awal 1940-an, Jepang menjajah Indonesia, usahanya bangkrut.
Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969, Om Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Om Liem sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO.
The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah.
Bogasari yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk Indonesia, di samping PT. Prima untuk Indonesia bagian Timur. Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien.
Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement.
Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, Om Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil.
Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. Di tahun 1970-an. Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank.
Ketika itu, Om Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia. Namun, seirama dengan mundurnya Presiden Soeharto dan akibat terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan, Om Liem terpaksa memilih bermukim di Singapura, setelah rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa reformasi.
Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim, lalu pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia. Ia dikenal luas masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto.
Soedono Salim memiliki satu prinsip yang ia pegang dalam meraih kesuksesannya yakni:
"Jika Anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan orang, Anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang Anda yakini"
Kalimat pendeknya itulah yang mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang juga dikenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si "Raja Dagang Indonesia". Sudono Salim atau Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun di Singapura pada tanggal 10 Juni 2012.