Sandiaga Uno: Saya Tidak Setuju Badan Ekonomi Kreatif Dilebur
- vstory
VIVA – Dewan Penasehat Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Sandiaga Uno, menyarankan kepada seluruh anggotanya untuk memiliki sikap tegas dengan digabungnya Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) ke Kementerian Pariwisata di Pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menyampaikan hal ini saat acara penutupan Dialog Nasional Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan Kadin Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis, 7 November 2019.
"Saya pribadi tidak setuju adanya Badan Ekonomi Kreatif dimasukkan lagi ke Kementerian Pariwisata. Karena pariwisatanya saja sudah berat tugasnya. Ditambah lagi ekonomi kreatif. Benar enggak?" kata Sandi.
Karena, kata dia, kalau misalnya Badan Ekonomi Kreatif itu dipisah lagi tentu yang didorong untuk memimpin adalah Irfan Asy'ari Sudirman Wahid atau Ipang Wahid.
Sebab, Ipang Wahid merupakan Ketua Kelompok Kerja Industri Kreatif pada Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN). "Ngomongnya tajam. Kadin mengusulkan pisah kembali Badan Ekonomi Kreatif. Kepalanya sebut saja namanya, Ipang Wahid," tegas Sandi.
Tentu saja Sandiaga Uno punya alasan mengapa mendorong Ipang Wahid untuk menjadi Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Karena, Kadin merasa perlu Anindya Bakrie menjadi Ketua Umum Kadin Indonesia.
Pengalaman ke Oman
"Karena ada Pak Anin di sini. Kami juga merasa perlu Pak Anin jadi Ketua Umum Kadin. Karena, kami ingin ketua umum kami nanti menjadi menteri. Jadi bahasanya tegas gitu," ungkapnya, berkelakar.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Organisasi Keanggotaan dan Pemberdayaan Daerah, Anindya Bakrie, mengaku perlu dibuat promo atau branding ekonomi kreatif.
Ia lalu bercerita mendapatkan pengalaman berharga ketika baru pulang dari Oman. "Itu 2,5 jam dari Dubai (Uni Emirat Arab) ke sana (Muscat, Oman). Di sana ada resort namanya Six Sence. Itu aksesnya harus naik turun gunung," jelas Anindya.
Padahal, kata dia, akses ke resort itu susah. Banyak bebatuan, dan jika dibandingkan dengan Indonesia tentu jauh berbeda. Untuk tinggal di sana pun mahalnya minta ampun.
"Ini artinya tergantung branding. Nah, branding-nya dibuat untuk jadi sesuatu yang bersifat needs lewat branding. Baik tanpa tunggu infrastruktur atau tunggu segala macam itu bisa terjadi. Nah, analogi industri kreatif tuh seperti ini,” jelas Anindya Bakrie.