Era Revolusi Industri 4.0, Jangan Ada Kasta di Dunia Pendidikan

Dunia pendidikan di era Revolusi Industri 4.0.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pekerjaan rumah besar menanti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Pendiri Gojek ini juga akan mengepalai urusan pendidikan tinggi (Dikti) yang kini bernaung kembali di bawah Kemendikbud, setelah sebelumnya sempat berdiri terpisah.

Integrasi Teknologi dan Pendidikan untuk Mendongkrak Kualitas SDM

Sebagai Mendikbud baru, Nadiem mengaku bakal menghadapi tugas berat untuk memajukan sumber daya manusia (SDM) Indonesia lewat pendidikan.

Salah satu pekerjaan rumah yang menunggu Nadiem di Kemendikbud adalah persoalan peningkatan SDM dalam menyongsong era Revolusi Industri 4.0.

Fifian-Saleh Janji Tingkatkan Kualitas SDM di Kabupaten Sula, Begini Caranya

Pembangunan SDM sangat diperlukan agar Indonesia mampu bersaing dengan negara lain, terutama dalam memenuhi kebutuhan SDM di era disrupsi teknologi. Saat ini Indonesia berada di era disrupsi yang sulit ditebak dan penuh risiko.

Karena itu, Indonesia perlu penguatan data dan perlu sosok yang memiliki pengalaman bagaimana mengelola sebuah data sehingga bisa memprediksi masa depan.

Kementerian PU Dorong Pekerja Konstruksi Adaptasi dengan Teknologi hingga Tuntuan Industri

"Kebutuhan SDM di masa depan akan berubah dan berbeda. Inilah link and match yang dimaksud Presiden. Saya akan mencoba menyambungkan institusi pendidikan dengan apa yang dibutuhkan di luar," kata Nadiem, beberapa waktu lalu.

Ia juga menggarisbawahi sistem pendidikan Indonesia yang disebutnya terbesar keempat di dunia. Teknologi, menurut dia, bakal memegang peranan penting dalam menghubungkan sekolah dan peserta didik di Indonesia.

"Sesuai arahan Presiden, kita enggak bisa business as usual. Kita harus mendobrak. Kita ingin inovasi. Mungkin itulah sebabnya saya di sini," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan Muhammad Nur Rizal. Menurutnya pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan ini kolaborasi merupakan sendi utama pendidikan di era disrupsi.

Ia mengatakan sekolah dari Indonesia sudah tidak memiliki batas untuk menjalin hubungan dengan sekolah lain di belahan dunia manapun.

Adapun dalam praktiknya, lanjut Rizal, hanya sekolah favorit yang mampu dan mendapat kesempatan lebih besar untuk mewujudkannya.

"Kami menerobos hal itu dan membuka peluang bagi sekolah non-favorit atau pinggiran untuk bersinergi dengan sekolah bertaraf global," kata dia.

Untuk itulah, Gerakan Sekolah Menyenangkan membuka peluang bagi sekolah-sekolah pinggiran dari Sleman, Tangerang Selatan, Tebuireng, dan Jawa Tengah untuk berkolaborasi dengan sekolah berkualitas global dalam Pelatihan Pengayaan Guru yang berlangsung dari 29 Oktober hingga 1 November 2019.

Pelatihan ini merupakan kolaborasi Gerakan Sekolah Menyenangkan dengan dua sekolah Australia bertaraf global, yakni Clayton North Primary School dan Ringwood North Primary School.

“Dengan mengundang sekolah dari Australia berkualitas global di sekolah yang terpinggirkan, kami berniat menghapus pengkastaan di dunia pendidikan. Dunia pendidikan global tidak hanya berasal dari sekolah mahal atau favorit. Sekolah rakyat sederhana, namun ekosistemnya menyenangkan dan memanusiakan," jelasnya.

Dosen Fakultas Teknik UGM ini melanjutkan, para siswa berhak berdiri sejajar dengan sekolah dari negara maju apabila kualitas manusianya diukur dari bekal ketrampilan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0, yakni kreativitas, kolaborasi, komunikasi, dan pikiran kritis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya