Konsumen RI jadi 'Pemakan Utang' Penyebab Menjamurnya Fintech Ilegal
- Imarticus
VIVA – Mayoritas konsumen Indonesia yang berbelanja online memiliki kecenderungan sebagai 'pemakan utang'. Artinya, mereka belanja tidak sesuai kebutuhan dan hanya mengikuti hawa nafsu semata. Ini salah satu penyebab menjamurnya fintech ilegal.
Bahkan, Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan, Tongam L. Tobing, mengakui sangat kewalahan membendung kehadiran fintech ilegal akibat segala kemudahan dan perkembangan teknologi informasi digital yang begitu pesat.
Sebagai informasi, data OJK mencatat hingga saat ini, ada sekitar 1.477 aplikasi fintech peer-to-peer lending ilegal. Sementara, jumlah fintech peer-to-peer lending yang legal dan sudah terdaftar di OJK saat ini diketahui hanya mencapai 127 aplikasi.
"Lalu yang tidak boleh dilupakan adalah masalah literasi, di mana kita harus akui bahwa sebagian masyarakat kita belum cukup mendapatkan literasi mengenai fintech peer-to-peer lending, sehingga hal tersebut masih butuh ditingkatkan," kata Tongam, seperti dikutip dari VIVAnews.
Ia juga membeberkan modus penyebab kerap terjadinya masalah dalam mekanisme pinjam meminjam dana secara online, yang melibatkan fintech peer-to-peer lending, baik yang legal maupun ilegal.
"Masalahnya adalah kemudahan orang untuk membuat aplikasi saat ini. Satu aplikasi kita blokir hari ini, besok muncul lagi ribuan yang baru lainnya. Jadi pemerintah tidak bisa mendeteksi ya," jelas Tongam.
Ia bahkan mengaku bahwa pihaknya telah mencoba memecahkan masalah ini dengan memanggil pihak Google, dan menemukan keresahan yang sama terkait hal tersebut.
Tongam menceritakan, pihak Google hanya bisa membantu Satgas Waspada Investasi OJK dengan membuat satu kriteria, di mana semua aplikasi pinjaman online yang masuk di Play Store harus mempunyai Payback Period minimum 60 hari.
"Google sendiri tidak bisa melakukannya karena dalam satu hari bisa jutaan aplikasi baru. Apalagi itu semua open source, semua ditampung oleh Google," ujarnya.
Untuk itu, Tongam pun tak menyangkal bahwa salah satu masalah utamanya adalah kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat, sehingga tidak mungkin suatu pihak bisa menghentikan masalah itu kecuali sudah terjadi.