Perang Dagang AS-China Tak Bikin Industri Pembiayaan 'Mati Angin'

Ilustrasi alat berat.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan alat berat berjumlah Rp38,41 triliun hingga Mei 2019. Jumlah ini meningkat 10,7 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar Rp34,68 triliun.

Harley-Davidson Terjepit Perang Dagang Trump

Peningkatan pembiayaan ini disebabkan karena beberapa pemain utama industri pembiayaan atau multifinance untuk pembiayaan alat berat.

Data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga menyebut pembiayaan alat berat tahun ini akan mencapai 19 ribu unit, atau meningkat 2,5 persen, dari realisasi pembiayaan alat berat tahun lalu yang sebesar 17 ribu unit.

Bersahabat Dekat dengan Trump, Putin Optimis Hubungan Rusia-AS Bakal Mencair

Salah satu pemicunya adalah proyek-proyek konstruksi yang digalakkan pemerintah. Namun, bisnis di sektor ini dinilai masih perlu memperhatikan sejumlah hal, seperti pergerakan harga komoditas batu bara yang bisa mempengaruhi permintaan alat berat.

Selain itu, adanya perlambatan ekonomi global, seperti perang dagang Amerika Serikat dan China, ikut mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri, di mana dalamnya termasuk industri pembiayaan.

AS Berniat Kirim Senjata Nuklir ke Ukraina, Rusia: Tindakan Gila

Menanggapi fenomena tersebut, Senior Vice President Machinery and Heavy Equipment, Truck and Others Product Head PT BFI Finance Tbk, Yoga Aryanto mengatakan, saat ini pihaknya justru menggenjot pembiayaan alat berat di sektor konstruksi.

Sebab, selama ini pembiayaan alat berat sektor konstruksi memberikan kontribusi sekitar 40 persen dan pertambangan 30 persen.

"Sisanya, yang sekitar 30 persen, disumbangkan dari sektor hutan tanaman industri dan perkebunan,” kata Yoga, kala berbincang dengan VIVA dan sejumlah media lain di Jakarta, Jumat, 20 September 2019.

Mengenai kredit macet (nonperforming finance/NPF) pembiayaan sektor alat berat, truk, dan permesinan di BFI Finance, Yoga mengaku masih di bawah satu persen, karena selektif dalam memberikan pembiayaan kepada pelanggannya.

"Langkah ini cukup efektif untuk menekan NPF,” ungkapnya. Oleh karena itu, BFI Finance mengikuti pameran lima industri besar yaitu Mining Indonesia, Oil & Gas Indonesia, Construction Indonesia, Concrete Show Southeast Asia Indonesia, serta Marintec Indonesia.

"Ini bagian dari strategi kami mengejar target pembiayaan yang targetnya mencapai Rp3 triliun pada tahun ini. Kami berharap bisa membukukan pembiayaan untuk sektor alat berat, truk dan permesinan sekitar 90 persen dari target yang sudah ditentukan," papar dia.

Hingga Juli 2019, perusahaan berkode emiten BFIN itu membukukan pembiayaan sebesar Rp1,2 triliun untuk sektor alat berat, truk dan permesinan, dari target yang sebesar Rp3 triliun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya