Seputar Iuran BPJS yang Bakal Naik Jadi Rp160 Ribu
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Setelah defisit anggaran yang terus membengkak selama lima tahun terakhir, Kementerian Keuangan selaku bendahara negara akhirnya mengusulkan kenaikan iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. Usulan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi IX dan Komisi XI di DPR, Jakarta pada Selasa, 27 Agustus 2019.
Namun untuk menerapkan usulan tersebut, pihaknya menunggu terbitnya regulasi supaya bisa direalisasikan awal tahun depan. Diakui mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan demi menutup besarnya angka defisit BPJS Kesehatan sejak 2014 lalu.
Pada 2014, defisit BPJS Kesehatan tercatat sebesar Rp1,9 triliun. Angka tersebut membengkak pada 2015 menjadi Rp9,4 triliun. Pada 2016, defisit sedikit berkurang menjadi Rp6,4 triliun akibat penyesuaian iuran. Tapi setahun setelahnya, defisit melesat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp13,8 triliun dan angka itu bertambah lagi jadi Rp19,4 triliun pada 2018.
Karena itu, kenaikan iuran dianggap sebagai solusi untuk mengatasi besarnya defisit BPJS Kesehatan saat ini. Nah, seputar penetapan iuran BPJS Kesehatan yang sedang menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) sama seperti kenaikan iuran tiga tahun lalu, yang juga disahkan melalui Perpres, berikut ini beberapa faktanya.
Besarnya iuran
Dikutip dari VIVAnews, Sri Mulyani saat rapat dengan anggota parlemen mengusulkan iuran BPJS Kesehatan naik untuk semua kelas. Kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu, kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu dan kelas III menjadi Rp42 ribu dari Rp30 ribu.
Usulan ini lebih tinggi dibanding dengan usulan yang disampaikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), kecuali untuk kelas III, di mana iuran kelas I Rp120 ribu, kelas II sebesar Rp75 ribu, sedangkan kelas III Rp42 ribu.
Kenaikan iuran ini merupakan yang kedua kalinya. Pada 2016 lalu, melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 dilakukan penyesuaian iuran, yakni kelas I menjadi Rp80 ribu dari sebelumnya Rp59.500, kelas II menjadi 51 ribu dari Rp42.500 dan kelas III jadi Rp30 ribu dari Rp25.500.
Menutup defisit
Sri Mulyani bilang kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut untuk menambal besarnya defisit anggaran BPJS Kesehatan sejak 2014 dan berpotensi mencapai Rp32,84 triliun hingga penghujung tahun ini. Besarnya iuran yang diusulkan sudah berdasarkan perhitungan rinci dan proyeksi neraca keuangan BPJS Kesehatan yang telah dilakukan bendahara negara.
Potensi surplus
Nah, kalau iuran naik maka diprediksi BPJS Kesehatan bisa mengalami surplus sampai Rp17,2 triliun pada tahun depan. Surplus juga diprediksi bakal bisa dipertahankan pada 2021 menjadi Rp11,59 triliun, 2022 sebesar Rp8 triliun dan 2023 menjadi Rp4,1 triliun.
"Surplus makin kecil karena jumlah pesertanya meningkat, utilisasinya juga makin meningkat. Karenanya memang review tarif bisa dilihat lagi di 2025," ujar Sri Mulyani.