3 Hal Bikin Industri Marmer 'Terombang-ambing', Ada Siklusnya

Marmer Fagetti.
Sumber :
  • https://www.fagetti.com

VIVA – Industri marmer berpengaruh terhadap fluktuasinya sektor properti. Sebab, produk marmer dan batu alam banyak digunakan untuk perumahan atau unit properti lain seperti apartemen.

Tank Tempur Israel Diledakkan Hamas, Sejumlah Tentara Zionis Terkapar

Meski begitu, penurunan penjualan bisa ditekan lewat penjualan di ritel-ritel, yang dinilai masih cukup tinggi.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, memiliki komitmen keberpihakan melalui berbagai kebijakan, seperti menaikan PPh 22 terhadap barang impor di industri keramik menjadi 7,5 persen.

Panja Haji DPR Usul Pemerintah Indonesia Dirikan RS sendiri di Arab Saudi

Direktur Utama PT Fajar Gelora Inti, Ferdinand Gumanti, membeberkan sejumlah faktor penyebab industri marmer ikut-ikutan 'galau'. Perusahaan ini punya merek dagang bernama Fagetti.

Siklus lima tahunan

Harapan Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia

Ferdinand mengaku dampak dari lesunya industri properti membuat penjualan marmer dan batu alam mengalami penurunan hingga 30 persen pada tahun ini.

Turunnya penjualan ini merupakan siklus lima tahunan karena adanya pemilihan umum serentak dan pemilihan presiden serta wakil presiden.

"Jadi, begitu musim pemilu dan pilpres berakhir, biasanya industri properti kembali naik. Dan, ini diikuti oleh industri lainnya, termasuk marmer dan batu alam," kata dia di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019.

Perang Dagang AS Vs China

Selain itu, Ferdinand menyebut tantangan lain yang dialami industri marmer dan batu alam pada tahun ini adalah perang dagang Amerika Serikat dan China, hingga saat ini tak kunjung berakhir.

"Apalagi, memang masih banyak sekali bahan baku untuk marmer dan batu alam yang diimpor," ungkapnya. Meskipun, diakui Ferdinand, bahan baku marmer di dalam negeri juga ada beberapa yang cukup bagus.

Sedangkan, Fajat Gelora Inti hanya punya tambang Basalt atau batu vulkanik di Bojonegoro, sisanya bekerja sama dengan perusahaan tambang di Makassar, Sulawesi Selatan.

Terusik ‘Naga Merah'

Meskipun begitu, Ferdinand mengaku telah menyiapkan langkah antisipasi dengan mencari pasar lain. Karena, jika mengikuti pasar batu alam atau marmer asal China, maka produk lokal akan kalah.

Alasannya, produk marmer asal negeri Naga Merah, julukan China, memiliki harga yang sangat murah dibandingkan produk lokal, bahkan bisa dua kali lebih murah.

“Namanya juga persaingan, kita tidak bisa bentuk. Saya enggak bisa bersaing dengan produk ini (sama dengan produk China) agar enggak masuk berbenturan," papar dia.

Oleh karena itu, Ferdinand berharap ada kemudahan bagi produsen marmer lokal untuk bisa bersaing dengan produk impor.

Apalagi, saat ini produk impor banyak yang masuk di Indonesia. Sedangkan permintaan marmer tak sebesar dibandingkan keramik.

"Sejak 20 tahun lalu sampai sekarang pesaingnya cuma 20 perusahaan di dalam negeri. Ini karena memang permintaan akan marmer terbatas di rumah dan hotel mewah," kata Ferdinand.

Memperluas pasar

Untuk bisa menghadapi persaingan ketat, maka Faggeti bersaing dari segi kualitas. Perusahaan yang didirikan sejak 1986 itu kini mengincar pasar menengah ke atas atau middle-up, serta ekspansi ke luar negeri.

Fagetti memenuhi permintaan batu alam untuk pasar ritel maupun korporasi. Di pasar ritel, batu alam Fagetti banyak dipergunakan untuk memperindah rumah hunian kelas menengah ke atas.

Pada pasar korporasi, batu alam Fagetti ikut menyempurnakan kemegahan sejumlah proyek prestisius di Jakarta di antaranya adalah InterContinental Hotel Pondok Indah, Penthouse Menara Astra, PIK Office, District 8 Office & Residence, Arkadia Tower, Apartment Casa Grande, South Quarter, dan Kota Kasablanka Mall.

"Untuk ekspor, saat ini porsinya masih 5 persen dari total penjualan. Kita tak hanya lihat pasar ASEAN, tapi juga Korea Selatan dan Hongkong," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya