Pemegang Saham Sampoerna Jelaskan Arti 'Produk Bebas Asap Rokok'
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Perusahan rokok dunia asal Amerika Serikat, Philip Morris International Inc., merilis kajian ilmiah berjudul Unsmoke: Clearing the Way for Change.
Dua poin utama pada kajian tersebut adalah dampak merokok pada hubungan pribadi dan kurangnya informasi yang tersedia tentang produk bebas asap rokok.
Menurut Direktur Operasional Philip Morris, Jacek Olczak, saat ini ada banyak informasi yang salah beredar tentang produk bebas asap rokok, sehingga masyarakat menjadi bingung.
"Ini adalah salah satu rintangan terbesar yang dihadapi dunia untuk menjadi bebas asap rokok," kata dia, seperti dikutip dari situs Yahoo, Selasa, 27 Agustus 2019.
Padahal, Olczak menuturkan, kenyataannya ada opsi produk lebih baik yang tersedia bagi perokok yang tidak dapat berhenti merokok.
Perusahaan yang juga pemegang saham utama PT HM Sampoerna Tbk itu mengaku kajian ilmiah itu dilakukan oleh perusahaan riset independen, Povaddo.
Survei tersebut dilakukan pada 24 April sampai 6 Mei 2019 di 13 negara yaitu Argentina, Australia, Brazil, Denmark, Jerman, Hong Kong, Israel, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat. Jumlah responden orang dewasa berusia 21-74 tahun.
Dalam penelitian tersebut tidak ada pertanyaan bahwa pilihan terbaik bagi perokok adalah berhenti merokok dan berhenti mengonsumsi nikotin. Sebab, pada kenyataannya masih banyak perokok yang tidak bisa berhenti merokok.
Dari kajian ini pula, Olczak menyebut empat dari lima responden setuju bahwa perubahan memang diperlukan. Hanya lebih dari separuh perokok dewasa yang disurvei (55 persen) mengatakan mereka memiliki informasi yang dibutuhkan untuk membuat pilihan tentang produk bebas asap rokok.
Sementara itu, Senior Vice President Global Communication Philip Morris, Marian Salzman, menambahkan, dari 13 negara ini pertimbangan terkuat untuk beralih, setelah mendapatkan hasil dari informasi yang lebih baik ditunjukkan oleh negara-negara Amerika Latin.
Brasil dan Meksiko (masing-masing 85 persen) serta Argentina (80 persen). Adapun yang terendah justru dari negara-negara di Eropa, seperti Jerman (51 persen) dan Denmark (47 persen).
“Kami menciptakan gerakan untuk membantu dunia tidak merokok,” klaim Salzman, seperti dikutip dari Korea Times.
Menurutnya, hasil kajian ini merupakan salah satu jajak pendapat lintas budaya terbesar yang pernah dilakukan tentang dampak merokok terhadap hubungan.
“Mereka menunjukkan kepada kami di mana terdapat perbedaan dalam nilai-nilai sosial, seperti perokok menjadi tidak merokok misalnya, untuk membawa perubahan global,” tutur dia.
Namun demikian, strategi ini melengkapi upaya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengurangi prevalensi merokok.
Philip Morris juga memiliki target untuk mengurangi kegiatan merokok konsumen dewasanya lebih dari tiga kali lebih cepat daripada target yang ditetapkan oleh WHO.
"Kami memperkirakan ada 6,6 juta perokok dewasa telah berhenti merokok dan beralih ke IQOS, produk rokok elektrik keluaran Philip Morris," jelasnya.