Soal Usulan Tax Amnesty II dari Pengusaha, Rizal Ramli: Itu Konyol
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengkritik rencana kebijakan tax amnesty jilid II. Rizal menilai wacana kebijakan pajak yang digaungkan para pengusaha tersebut adalah hal yang konyol dan tidak menguntungkan untuk rakyat.
"Ada ide lagi tax amnesty kedua. Ini benar-benar konyol, yang pertama saja gagal total. Ini merugikan rakyat, hanya orang-orang tertentu yang mengikuti tax amnesty," ucap Rizal Ramli di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2019.
Selain itu, Rizal mengatakan jika kebijakan tax amnesty hanya menguntungkan segelintir orang untuk melakukan penghematan yang tentunya akan memberikan kesengsaraan bagi rakyat.
Dengan menggunakan kebijakan ini, Rizal menilai pemerintah tidak menggunakan cara lama dan mengubah target untuk mengatasi krisis. "Saat ekonomi melambat Pak Jokowi melakukan stimulus untuk meningkatkan ekonomi terlebih dahulu, baru mengejar pajak," ucapnya.
Rizal pun menjelaskan mengenai kegagalan tax amnesty yang dilihat dari pencapaian rasio jumlah pajak yang dikumpulkan dari satu masa, yang dibandingkan dengan produk domestik bruto dalam masa yang sama.
Padahal, seharusnya dari kebijakan tax amnesty pertumbuhan ekonomi dari rasio pajak dan basis pajak bisa tumbuh. Pemerintah juga seharusnya dapat memanfaatkan perang dagang antara Amerika dan China untuk memiliki hasil yang maksimal.
"Trade crisis ini sudah diramalkan dari setengah tahun yang lalu. Pemerintah tidak punya planing, tidak ada action, dan timeframe bagaimana kita menariknya. Kok malah ada tax amnesty makin merosot, harusnya ada tax amnesty yang heboh, kampanye gede, kok hasilnya gini," ucapnya
Diketahui, berdasarkan data yang dipaparkan oleh Rizal Ramli tax rasio dari 2010 ke 2018 terus menurun, dari 9,52 persen menjadi 8,85 persen. Itu hanya rasio pajak tanpa dihitung dengan bea dan cukai, serta royalti dari SDA migas dan tambang.
Untuk tax rasio keseluruhan turun dari 13,61 persen pada 2010 menjadi 11,45 persen pada 2018.