Pijol Ilegal Seperti Rentenir, OJK Kesulitan Memerangi
- VIVA/Fikri Halim
VIVA – Otoritas Jasa Keuangan mengaku kesulitan untuk memerangi financial technology atau fintech pinjaman online ilegal. Ini sama sulitnya dengan memberatas praktik rentenir atau yang biasa disebut dengan lintah darah.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, fintech dan rentenir memang sama-sama memberikan manfaat bagi masyarakat yang tidak tersentuh perbankan. Tetapi, sangat jelas praktik yang dilaksanakan fintech saat ini sama dengan rintenir dan merugikan masyarakat.
Dia mengatakan, rata-rata peminjam oleh fintech jelas ilegal, sebagaimana peminjaman melalui rentenir yang menjerat kalangan menengah ke bawah yang kesulitan memperoleh pendanaan dari perbankan.
Pinjaman online memang dianggap memudahkan masyarakat, karena persyaratan minim dan tanpa ada jaminan dari masyarakat sebagai peminjam dana.
"Di pasar-pasar, justru ibu-ibu kebanyakan dapat pembiayan dari situ. Enggak ada jaminan, persyaratan, pagi pinjam Rp100 ribu sore Rp150 ribu tetap saja dilanjutin. Seperti fintech ini, perbankan enggak masuk ke daerah konsumer yang sepeti ini," katanya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa 30 Juli 2019.
Dia mengakui, keberadaan fintech ilegal telah diprediksi akan menimbulkan sisi negatif, karena memberikan layanan pinjam meminjam online yang sangat mudah. Misalnya, dari sisi penagihan yang tidak berertika.
Namun, ditegaskannya, keberadaan fintech secara umum terbukti memberikan kemudahan pembiayaan bagi masyarakat, khususnya fintech yang legal atau telah terdaftar di OJK.
"Sudah kita prediksi sebelumnya, akan ada masyarakat-masyarakat yang enggak paham dan merasa dirugikan akan adanya fintech. Tetapi, banyak juga yang diuntungkan, ini enggak jadi perhatian, justru yang kadang-kadang merasa ditagih dengan cara yang kurang beretika ini jadi sorotan," ujarnya.
Dia mengaku OJK selama ini juga telah berusaha keras supaya keberadaan fintech banyak memberikan manfaat bagi masyarakat, salah satunya memberikan persyaratan-persyaratan yang ketat dari sisi keamanan, supaya mendapat restu sebagai fintech legal. Misalnya, dengan menyaratkan pembentukan asosiasi, hingga ditetapkannya kaidah-kaidah dasar operasi yang harus dipatuhi.
"Suku bunganya harus wajar, penagihannya tidak boleh melanggar, tidak beretika. Nah, pertanyaan yang ditanya masyarakat fintech mana, makanya kalau enggak teregister kita enggak tahu, kalau teregister kita tahu. Kita minta pertanggungjawaban asosiasinya mendisplinkan pelakunya, kalau masih bandel ya kita tutup," ujar Wimboh.
Karenanya, Wimboh meminta supaya masyarakat jangan mudah terpancing melakukan pinjaman uang terhadap fintech yang ilegal, di samping juga melakukan peminjaman sesuai dengan kemampuan pembayaran yang dimiliki.
Dia juga meminta supaya masyarakat melakukan peminjaman kepada fintech yang legal semata.
"Kalau mau pinjam online, pinjamlah yang terdaftar di web OJK. Bisa akses (fintech) online. Juga yang taat bukan providernya saja, tetapi juga yang pinjam. Kalau mau pinjam terukur, jangan sampai satu orang pinjam dalam semalam 20 kali, lari, dicari enggak ada, laporan ke berbagai lembaga perlindungan konsumen. Ini yang jadi harus mendisiplinkan siapa," ujarnya. (asp)