Aprindo Ungkap Anomali Ritel Konvensional di Tanah Air
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menegaskan, ritel konvensional masih mendominasi pangsa pasar konsumen di Indonesia. Perdagangan online atau e-commerce hanya menguasai di bawah 10 persen konsumen di Indonesia.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengemukakan, ritel konvensional bukannya 'terkapar' digempur e-commerce. Hanya saja, ada anomali di ritel konvensional atau offline yang saat ini merampingkan luasan usahanya.
"Sekarang ini terjadi di mana hypermarket yang kelas 5.000 atau 6.000 meter persegi beranomali menjadi luasan 1.500-2.000 meter per segi," kata Roy, di sela pertemuan Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) dengan pengusaha ritel, di hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta, Senin, 29 Juli 2019.
Menurutnya, kondisi ini terjadi karena kebutuhan masyarakat untuk berbelanja itu sebetulnya cukup dengan luasan hanya 1.500 sampai 2.000 meter per segi. "Sehingga, beberapa yang besar itu coba mengefisiensikan tokonya dari luasan besar ke yang lebih kecil," katanya.
Selain itu, Roy mengungkapkan, juga ada fenomena relokasi toko ritel dari lokasi yang kurang produktif ke lokasi yang baru atau lebih produktif. "Jadi ritel itu tidak akan hilang atau berakhir. Tapi berevolusi terhadap situasi atau perkembangan apa yang terjadi teknologi maupun behaviour konsumen," katanya.
Untuk pertumbuhan yang tinggi, menurut dia, terjadi di perusahaan online rintisan atau start up. Tetapi, transaksi di ritel offline jauh lebih besar ketimbang online.
Di sisi lain, dia menegaskan, perusahaan ritel konvensional juga sudah merambah ke bisnis online. Setidaknya sudah 95 persen dari anggota Aprindo yang memulai bisnis online. "Jadi hanya tinggal 5 persen yang belum kombinasi marketnya atau fisikal store-nya ada online," ujarnya. (ase)