Bos Krakatau Steel Akui Proyek Blast Furnace Memang Dipaksakan
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
VIVA – Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk, Silmy Karim menegaskan, project blast furnace memang harus dipaksa untuk dilanjutkan. Alasannya, proyek tersebut sudah tertunda terlalu lama dan tidak semestinya dihentikan.
Hal ini menjawab tudingan Komisaris Independen PT Krakatau Steel, Roy Maningkas yang mengkritik pengoperasian proyek tersebut akan menimbulkan kerugian.
"Harus maksa dong, proyek sudah telat masa enggak dipaksa selesai. Jadi memang harus dipaksa," kata Silmy ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Rabu 24 Juli 2019.
Menurutnya, adalah hal yang wajar untuk memaksakan proyek tersebut karena sudah dimulai sejak 10 tahun yang lalu. Apalagi investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut cukup besar.
Mantan Direktur Utama PT Pindad itu mengatakan, sejak awal mula dia ditugaskan di Krakatau Steel, dia langsung mengecek apa yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Nah temuan BPK ini jadi dasar bagi saya untuk menindaklanjuti. Awalnya ada 30, kemudian saat ini posisinya sembilan. Nah di sembilan ini empat diantarannya mengenai blast furnace. Kita kan menyikapi ini mesti bijak. Proyek ini harus selesai, sebagai pimpinan kan tidak baik kalau tidak menindaklanjuti temuan BPK," kata dia.
Terkait potensi kerugian, dia menjabarkan saat studi kelayakan atau feasibility studies (FS) memang biaya dari produk yang dihasilkan diperkirakan misalnya US$400. Namun setelah ada penundaan jadwal pengoperasian, biaya diprediksi bertambah menjadi US$500.
Sebagai pimpinan perusahaan, Silmy menegaskan langkah pertama yang dia ambil adalah untuk menyelesaikan proyeknya terlebih dahulu dan kemudian melakukan uji coba apakah betul sebagaimana yang diperkirakan dalam FS.
"Kalau misalnya di situ dinyatakan harusnya US$400 kok jadi US$500 ya kita lihat masih ok enggak ini. Kalau tidak ok atau performance-nya tidak bagus ya kita ambil suatu tindakan, tidak dioperasikan. Tidak mungkin, misalnya proyek ini ditelantarkan," jelasnya.