Penyederhanaan Cukai Tembakau Bisa Berimbas Negatif ke Industri Kretek
- ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
VIVA – Rencana pemberlakukan peraturan penggabungan batasan produksi dan penyederhanaan tarif cukai tembakau menuai pro dan kontra. Pemerintah diminta adil dan bijak terkait potensi dampak bila kebijakan aturan ini direalisasikan.
Peneliti sekaligus dosen Universitas Padjadjaran, Mudiyati Rahmatunnisa, menganalisis kebijakan ini akan memunculkan pengurangan volume produksi olahan tembakau.
Dia menganalisis kebijakan ini akan menyebabkan Industri Hasil Tembakau (IHT) dengan jenis layer rokok tertentu justru akan membayar cukai dengan harga lebih tinggi. Kesulitan membayar tarif cukai ini dinilai akan berpengaruh terhadap penerimaan negara.
“Pengaruh lainnya bisa pengurangan volume produksi olahan tembakau karena berkaitan dengan penerimaan pendapatan (negara),” ujar Mudiyati, dalam keterangannya, Sabtu, 20 Juli 2019
Mudiyati menambahkan jika kebijakan ini benar diterapkan maka juga akan berdampak negatif pada sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT). Persoalan ini harus menjadi catatan mengingat industri SKT menyerap tenaga kerja seperti petani tembakau dengan jumlah besar.
Dikhawatirkan industri kretek akan stagnan sehingga pengusaha pabrikan kecil kalah bersaing sehingga tak bisa bertahan.
“Pengurangan volume produksi rokok jenis SKT akan signifikan bila benar dilakukan penyederhanaan kebijakan struktur tarif cukai rokok,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian Keuangan mulai mensimulasikan penerapan rencana penggabungan batasan produksi rokok dan penyederhanaan cukai tembakau. Merespons hal ini, muncul reaksi penolakan dari produsen rokok.
Terkait polemik ini, sebenarnya tahun lalu penggabungan batas produksi dan penyederhanaan tarif cukai yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146 tahun 2017 sudah dicabut melalui PMK 152 tahun 2018.