SKK Migas: Pengembangan Blok Masela Kombinasi Offshore dan Onshore
- Eduward Ambarita/VIVA.co.id
VIVA – Pemerintah akhirnya menyetujui rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela oleh kontraktornya, Inpex, setelah sekian lama. Hal yang ramai diperdebatkan sejak 2016 adalah skema pembangunannya di darat (onshore) atau tengah laut (offshore) yang akhirnya diputuskan oleh Presiden Joko Widodo untuk di darat.
Lantas, bagaimana rencana pengembangannya yang disetujui saat ini?
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, untuk proses pemisahan minyak dan gas akan tetap dilakukan di offshore dan kemudian gas pipanya akan dikirim ke onshore.
Di onshore, imbuh dia, tetap akan dibangun kilang LNG dan gas pipa, sedangkan di tengah laut juga tetap ada kapal yang berfungsi untuk memisahkan gas dan minyak.
"(Jadi) combine, menurut saya. It’s better to see combine. Agar tidak terjadi dispute antara dulu floating LNG, sekarang onshore," kata Dwi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 16 Juli 2019.
Dia menjelaskan, Production Sharing Contract (PSC) Blok Masela ini sudah ditandatangani sejak 1998. Dalam prosesnya pertama kali, PoD yang disampaikan pada 2001 dengan kapasitas produksi yang masih kecil.
"Kemudian ada temuan cadangan yang baru, yang lebih besar, sehingga menjadi 10 TCF (Trillion Cubic Feet), kemudian berubah lagi desainnya menjadi 7,5 juta ton per tahun (mtpa) floating LNG, waktu itu. Kemudian di 2016, Pak Presiden memberikan arahan untuk onshore LNG sehingga tercipta multiplier effect-nya yang lebih besar," ujar dia.
Dengan tercapainya kesepakatan PoD kali ini, Dwi mengatakan, ada empat hal penting yang menjadi catatan. Pertama, adalah investasi yang sangat besar mencapai US$20 miliar atau Rp288 triliun untuk satu proyek migas yang tentunya bagus untuk kinerja investasi Indonesia.
Kedua, lanjut Dwi, di Indonesia bagian timur yang menjadi lokasi pengembangan blok tersebut, infrastrukturnya tidak sebagus di wilayah barat. Namun, kini sudah mulai diperbaiki.
"Sehingga nanti wilayah-wilayah kerja yang belum dieksplorasi, akan banyak investor-investor besar yang akan mencari itu," kata mantan direktur utama PT Pertamina itu.
Poin ketiga adalah investasi sektor migas di laut dalam ternyata masih feasible atau layak dipertimbangkan.
"Keempat, pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia. Karena, petrokimia kita masih impor banyak ya. Jadi dengan ini mungkin akan muncul lagi orang mau bangun petrokimia di Papua," tuturnya.