Mengintip Kisah Pengusaha Asal Papua Beromzet Ratusan Juta
- wartaekonomi
Ia menyebutkan, keputusan ini untuk merealisasikan janjinya. "Kalau berhasil di sana (Jepang), saya harus pulang buka lapangan kerja," ujar dia.
Berawal dari Usaha Biliar dan Wartel
Setelah tokonya berdiri pada tahun 2004, Markus memulainya dengan membuka usaha biliar. Tak tanggung-tanggung, ada 16 meja saat itu. Ia juga membuka jasa warung telekomunikasi alias wartel. Akan tetapi, lama-kelamaan usaha wartel tak terlalu menjanjikan seiring semakin mudahnya kepemilikan ponsel. Akhirnya, ia memutuskan menutup usaha wartel dan menyisakan dua space yang menjadi cikal bakal toko kelontongnya.
Dari dua ruang yang tersisa, Markus memanfaatkannya untuk berjualan sembako dan membuka usaha fotokopi. Kini, yang masih bertahan adalah usaha toko kelontong karena mesin fotokopi rusak dan tidak bisa beroperasi.
Lima tahun lalu, saat pusat perbelanjaan mulai berdiri di Jayapura, Markus sempat khawatir akan berdampak pada usahanya. Akan tetapi, kekhawatirannya tak terbukti. Ia justru melihat peluang bisnis baru, yaitu jasa penitipan helm bagi para pengunjung mal.
"Sejak mal buka lima tahun lalu, saya pikir penghasilan berkurang. Malah penghasilan saya bertambah. Penitipan helm, satu helm biayanya Rp3.000, jadi tambahan pemasukannya lumayan," kata dia.
Pada 2012, Markus menerima tawaran untuk bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC) yang merupakan program pemberdayaan usaha kecil dan menengah () binaan (Sampoerna). Sejak diluncurkan pada tahun 2008, kini SRC telah membina lebih dari 110.000 SRC di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk Papua.