Pengacara: Sjamsul Nursalim Yakin Pemerintah Tepati Janji

Otto Hasibuan.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Daru Waskita (Yogyakarta)

VIVA – Pengacara Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan yakin pemerintah akan menunaikan janji yang telah ditandatangani pada 20 tahun, untuk tidak memproses hukum secara pidana, menyangkut penyelesaian kewajiban pembayaran kembali Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI yang diterima Bank Dagang Negara Indonesia atau BDNI, saat krisis ekonomi berlangsung.

“Selain masalah kesehatan, SN (Sjamsul Nursalim) yakin, pemerintah akan menepati janji yang tertuang dalam MSAA (Master Settlement Acquisition Agreement) dan keterangan R&D (release and discharge) yang ditandatangani sekitar 20 tahun lalu, yaitu pada 25 Mei 1999,” kata Otto, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa 25 Juni 2019.

Namun, Menurut Otto, dia tidak bisa bicara banyak soal kasus SN yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena tidak mendapat kuasa untuk itu. Bersama Maqdir Ismail, katanya, kuasa yang diberikan SN saat ini hanya sebatas gugatan terhadap prosedur audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada SN pada 2004 lalu, yang dilaporkan telah merugikan negara sekitar Rp4,5 triliun.

“Kami belum menerima kuasa untuk kasus di KPK, hanya untuk kasus gugatan terhadap prosedur pelaksanaan audit BPK 2017. Namun, sejauh yang saya dengar, SN optimis pemerintah akan menunaikan janjinya untuk tidak mempidanakan proses penyelesaian BLBI,” kata Otto.

Menurut Otto, keyakinan SN itu cukup beralasan. Sebab, berdasarkan dokumen dan fakta hukum yang ada, SN telah menyelesaikan seluruh kewajiban pembayaran kembali fasilitas BLBI yang diterima BDNI dalam menghadapi krisis ekonomi 1998.  

Pada September 1998, SN telah menyetujui tawaran pemerintah menyelesaikan kewajiban BLBI melalui skema MSAA. Kemudian, BPPN mewakili Pemerintah menunjukkan Ernst and Young (E/Y) sebagai financial advisor untuk melakukan financial due diligence (FDD) terhadap aset BDNI.

FDD ini dilakukan terhadap neraca bank yang ditutup pemerintah pada Agustus 1998, di mana sebelumnya bank ini telah diambil alih pemerintah melalui BPPN pada April 1998.   

Berdasarkan FDD itu, SN sebagai pemegang saham pengendali BDNI dinyatakan wajib untuk melunasi kekurangan BLBI sebesar Rp28 triliun. Pembayaran disepakati untuk dibayar tunai sebesar Rp1 triliun dan sisanya dalam bentuk aset. Kewajiban ini segera dilunasi SN, dengan menyerahkan uang tunai dan aset dalam bentuk saham di 12 perusahaan.

Kemudian pada Mei 1999, pemerintah menyatakan MSAA tersebut sudah closing atau tuntas, sehingga SN berhak diberikan hak imunitas atau tidak akan dituntut secara pidana, terkait dengan penyelesaian BLBI dan aturan perundangan-undangan perbankan.

Hak imunitas

Hak imunitas itu diberikan melalui penerbitan surat R&D yang terdiri dari dua dokumen. Pertama, Shareholders Loan Release yang terkait dengan penyelesaian pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang ditandatangani saat itu oleh Menkeu Bambang Subianto, Deputi Kepala BPPN, Farid Harianto dan SN. Kedua, Liquidity Support Release terkait dengan penyelesaian BLBI yang ditandatangani oleh Farid Harianto dan SN.

Penandatangan R&D, kemudian diikuti Letter of Statement yang dibuat SN dan BPPN pada 25 Mei 1999, di hadapan Notaris Merryana Suryana, di mana BPPN menyatakan transaksi yang tertera di dalam MSAA telah dilaksanakan oleh SN. Dalam pernyataan ini, pemerintah juga berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut SN dalam bentuk apa pun, termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan secara pidana.

“Berdasarkan hal itu, sejak 21 tahun lalu, pemerintah telah berjanji tidak akan menuntut SN secara pidana, dan kenapa tiba-tiba KPK sebagai bagian pemerintah mengabaikan perjanjian dengan menjadikan SN dan istrinya sebagai tersangka yang telah merugikan negara,” kata Otto yang bersama Maqdir Ismail mendapat kuasa dari SN, dalam perkara gugatan terhadap Audit BPK 2017.

Untuk menguji penyelesaian BLBI yang diterima tidak kurang dari 48 bank selama krisis 1998, DPR-RI pada 2002, pernah meminta BPK-RI untuk melakukan audit, termasuk terhadap penyelesaian yang dilakukan SN. Dalam laporan audit investigasi BPK-RI 2002 ini, secara tegas dinyatakan tidak ada kerugian negara dan pemberian imunitas kepada SN layak dan sah, karena dia sudah memenuhi semua kewajibannya.

Kemudian pada 2004, sesuai dengan amanat Inpres 8/2002, yang merupakan implementasi UU 2005/2000 dan Tap MPR XI/2001, BPPN memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada semua obligor BLBI yang sudah menuntaskan kewajibannya, termasuk SN.

Obligor Marimutu Ditangkap Gegara Mau Kabur, Ketua Satgas BLBI: Utangnya Rp 31 Triliun

Dengan demikian, kasus BLBI sebetulnya sudah tuntas, baik secara hukum maupun politik. Secara politik, DPR sebagai lembaga legislatif telah menerima penyelesaian BLBI, begitu pula secara hukum pemerintah telah menjanjikan dan memastikan tak akan memulai penuntutan pidana terhadap obligor yang telah menandatangani MSAA.

“Saya mengikuti kasus BLBI ini sejak 2001. Berdasarkan fakta hukum yang ada, penyelesaian kewajiban BLBI Sjamsul Nursalim sudah tuntas sejak 20 tahun lalu,” kata Maqdir.

Buron BLBI Marimutu Sinivasan Ditangkap saat Hendak Kabur ke Malaysia
Mantan Menko Polhukam RI, Hadi Tjahjanto

Hadi Tjahjanto Kasih 'PR' ke Budi Gunawan: BLBI hingga Penambangan Liar

Hadi Tjahjanto menitipkan beberapa "PR" yang harus dituntaskan oleh Budi Gunawan, yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam).

img_title
VIVA.co.id
22 Oktober 2024