Rencana Pemangkasan Pajak Penghasilan, Kerek Penguatan Rupiah
- ANTARA/Zabur Karuru
VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, kembali mengalami penguatan. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor Bank Indonesia, hari ini, Kamis 20 Juni 2019, rupiah diperdagangkan rata-rata di posisi Rp14.236 per dolar AS, menguat 0,24 persen dari perdagangan kemarin di posisi Rp14.271.
Kepala Riset Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih menjelaskan, kondisi tersebut tidak terlepas dari pengaruh rencana pemerintah untuk melakukan relaskasi fiskal, berupa pengurangan tarif pajak penghasilan dari 25 persen menjadi 20 persen, hingga menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sewa pesawat.
Selain itu, pemerintah juga akan mengalokasikan sekitar Rp150 triliun untuk menyiapkan insentif pajak bagi dunia usaha, menaikkan batas nilai hunian mewah yang terkena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dari antara Rp5 miliar-Rp10 miliar menjadi Rp.30 miliar, serta Pajak Penghasilan(PPh) atas kupon obligasi turun dari 15 persen menjadi 5 persen.
"Ada potensi tarif pajak penghasilan badan turun menjadi 20 persen. Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan perpajakan, khususnya untuk memberikan insentif pada dunia usaha," tutur dia seperti dikutip dari analisisnya, Kamis 20 Juni 2019.
Dari sisi eksternal, lanjut dia, Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/ The Fed), setelah memutuskan suku bunga tetap sebesar 2,25 persen hingga 25, persen dalam dua hari kemarin, 18-19 Juni 2019, memberi sinyal suku bunga acuan ke depannya akan turun.
"Dalam pertemuan tersebut, The Fed memberikan sinyal kemungkinan turunnya suku bunga pada pertemuan Juli mendatang, dengan potensi penurunan 50 basis poin hingga akhir tahun ini," tuturnya.
The Fed, lanjut dia, menyatakan siap menghadapi potensi pertumbuhan global yang melambat dan risiko meningkatnya inflasi di dalam negeri. Gubernur the Fed Powell menyatakan walaupun ekonomi AS masih menunjukkan penguatan, tetapi potensi perang dagang AS-China bisa membuat risiko ekonomi AS melambat.
"Sebelumnya, ada indikasi ekonomi AS akan memasuki resesi pada tahun 2020. Pasar menyambut positif keputusan dan sinyal the Fed ini. Indeks di bursa AS kompak naik, begitupun harga minyak mentah juga naik," ungkap Lana. (asp)