MTI: Pajak Nol Persen ke Maskapai, Tarif Tiket Bisa Turun 40 Persen
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA – Pengamat penerbangan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Suharto Abdul Majid menganggap, pemerintah masih memiliki ruang mendorong maskapai penerbangan mau menurunkan tarif tiket angkutan udara. Salah satunya adalah dengan insentif fiskal, berupa pemangkasan tarif pajak hingga nol persen.
Menurut dia, cara itu cukup efektif mengurangi beban biaya operasional pesawat yang selama ini menjadi dasar para operator maskapai penerbangan menaikkan tarif tiket angkutan udara sejak Januari 2019 lalu. Banyaknya biaya pajak itu menjadi salah satu penyebab utamanya.
"Contoh, di avtur itu ada pajaknya, pengadaan spare part itu pajak, perizinan ada biaya pajak, di airport pajak. Jadi, banyak sekali, termasuk turunannya itu banyak sekali pajak. Kalau dihitung-hitung paling tidak ada lima sampai 10 yang berkaitan dengan pajak," tutur dia ditemui di Artotel Wahid Hasyim, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Dengan dipotongnya tarif pajak tersebut, dia menganggap bahwa maskapai mau untuk menurunkan tarif tiketnya sebesar 30-40 persen. Karenanya, upaya penurunan tarif tiket tersebut tidak hanya berasal dari kebijakan batas atas maupun bawah yang selama ini berasal dari Kementerian Perhubungan.
"Karenanya, pemerintah berani enggak beri pajak nol persen. Kalau berani, sangat signifkaan sangat besar sekali penurunannya, makanya saya berani mengatakan bisa turun 30 sampai 40 persen," tutur dia.
Sebagai informasi, maskapai atau perusahaan penerbangan di dalam negeri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008. Juga diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 tentang Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri.
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter/sewa. Sementara itu, penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan penerbangan dalam negeri ditetapkan sebesar enam persen dari peredaran bruto.Â