Kendala Rokok Kretek RI Rajai Pasar Internasional

Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA – Industri Hasil Tembakau atau IHT yang notabenenya industri yang konsen menghasilkan rokok jenis Kretek, yang saat ini dikenal di tengah masyarakat, merupakan industri yang memiliki nilai historis yang cukup tinggi.

Cukai Rokok 2025 Tidak Naik, Ekonom: Berdampak Positif ke Industri dan Penerimaan Negara

Ketua Komunitas Kretek, Aditia Purnomo menceritakan, kretek adalah sejatinya buatan Indonesia. Beda dengan rokok biasa, kretek itu berbahan baku tembakau dan cengkeh, yang saat ini diproduksi di Indonesia. 

"Dulu, ada orang namanya Haji Djamhari yang mengalami sesak nafas, dan membuat racikan tembaku dengan cengkeh untuk meredakan sesaknya, yang kini dikenal dengan nama kretek," papar Aditia dikutip dari keterangannya, Kamis 23 Mei 2019. 

Serikat Pekerja di Industri Rokok Sebut Siap Demo Tolak Wacana Kemasan Polos

Dia menjelaskan, kretek pun merupakan bagian dari produk budaya Indonesia. meski begitu, tidak ada keharusan juga untuk melestarikannya. Sebab, menurutnya, tanpa harus dilestarikan pun kretek sudah menjadi bagian hidup terpenting bagi sebagian masyarakat Indonesia.

"Kretek itu kan dekat dengan kehidupan masyarakat. Baik yang hidup darinya (petani, buruh, dan sebagainya) atau yang hidup bersamanya (konsumen dan masyarakat). Jadi, tanpa perlu diupayakan agar lestari, selama Ia masih menjadi bagian hidup kretek tidak akan hilang. Begitu menurut saya," ujarnya.

Revisi PP Tembakau Dianggap Ancam Pemasukan Industri Periklanan dan Kreatif

Seperti diketahui, kata dia, tak hanya diminati atau disukai masyarakat sendiri, kretek juga banyak diminati orang luar. "Sebenarnya kretek itu diminati banyak konsumen di luar negeri. Hanya karena aturan dagang (seperti di Amerika) saja yang membuat kretek sulit menembus pasar di sana," ungkap Aditia.

Selain itu, lanjut dia, keberadaan industri kretek juga turut membantu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Untuk tenaga kerja, berdasar data Kemenperin total yang terlibat di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) ada di kisaran 5,9 juta orang. Itu tidak dihitung para pekerja yang secara tidak langsung terkibat di industri ini," terang dia.

Lebih lanjut Aditia berharap agar regulasi terkait sektor IHT lebih diperhatikan lagi oleh para pemangku kebijakan. Sehingga, keberlangsungan sektor ini bisa terus terjaga.

"Kalau pekerja (sektor manufaktur) ya kesejahteraan pekerja. Secara umum, kebijakan kesejahteraan pekerja ini kan memang buruk, ya aturan itu juga berdampak pada hidup buruh rokok kretek. Selama UMK rendah, ya gaji semua pekerja bakal tetap rendah," kata dia.

Menurutnya, terkait kebijakan yang perlu diperhatikan lagi yaitu soal kebijakan menaikkan tarif cukai. Kebijakan itu mestinya dikaji secara mendalam oleh para stakeholder terkait.

"Kalau pun naik, harus dihitung dengan cermat. Dinilai kemampuan industri, pasar, dan besaran kebutuhan. Jangan sampai naik terlalu tinggi lalu industri mati," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya