Pengembang Siap Bantu Pemerintah Bangun Ibu Kota Baru, Asalkan...
- Istimewa
VIVA – Pelaku usaha properti mengaku siap untuk membantu pengembangan wilayah Ibu Kota Negara atau IKN baru, jika pemerintah telah menetapkan wilayahnya. Itu mengacu dari pengalaman yang mereka miliki dalam mengembangkan berbagai kota baru di sekitar Jakarta, saat menjadi ibu kota.
Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, pihaknya selama ini telah mengembangkan 34 kota baru di wilayah Jabodetabek, dengan luas wilayah rata-rata mencapai 60 ribu hektare. Untuk itu, dia optimistis bisa membantu pemerintah mengembangkan ibu kota baru.
"Mulai dari BSD, Bintaro hingga Lippo, dan hampir rata-rata mencapai 60 ribu hektare. Itu berkembangan sekitar 20-30 tahun. Kota baru berkembang, karena majority, tetapi juga ada economic base," katanya di Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis 16 Mei 2019.
Namun begitu, dia menegaskan, pengembangan tersebut memiliki tantangan spesifik yang harus betul-betul diperhatikan pemerintah. Pertama, tantangan tersebut terkait pertanahan, yakni bagaimana pemerintah mampu mencegah harga dan waktu tanah itu dari spekulasi.
"Kota-kota Jabodetabek 34 itu dipenuhi spekulasi, tantangannya besar sekali dari sisi price dan waktu. Kalau swasta dilibatkan, pertanahan dijadikan yang tidak bisa diganggu gugat lagi," tegasnya.
Menurut dia, hal itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan pemerintah. Sebab, pertanahan yang akan dijadikan wilayah IKN, merupakan tanah-tanah yang dimiliki oleh pemerintah sendiri. Sehingga, dengan kapastias pemerintah yang memiliki kekuatan kebijakan dan keuangan, menurutnya, itu bisa direalisasikan.
"Jadi, ketetapan yang tidak bisa diganggu gugat, karena pemerintah punya kekuatan keuangan dan regulasi. Jadi, tinggal swasta masuk tidak perlu cari tanah harga berapa. Kita bisa buat konsorsium," tegasnya.
Selain itu, tantangan selanjutnya yang utama adalah persoalan pembagian fungsi wilayah yang harus direncanakan secara matang supaya kota tersebut betul-betul bisa berkembang dengan sendirinya. Yakni, dengan mampu menetapkan perencanaan komposisi dari wilayah pemukiman dan komersial secara proporsional.
"Staging-nya, dulu waktu kita kembangkan Alam Sutra dulu, kita bicara 80 persen pemukiman 15 persen komersial terjadi perbedaan. Sekarang, kita buat 60 persen pemukiman, 40 persen bisnis itu berubah," tegasnya.
"Biaya Rp466 triliun enggak masalah. kan sudah ada market 1,5 juta orang di situ. Jadi, tantangan di tanah dan kegiatan komerisalnya sekarang 40 persen pemukiman dan 60 persen komersial untuk model pembangunan yang kita kembangkan," tambahnya. (asp)