Bangun Jakarta Ditegaskan Tak Selalu Andalkan Anggaran Pemerintah
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Pemerintah pusat menegaskan komitmennya untuk mengawal pembangunan infrastruktur di Jakarta. Termasuk salah satunya terkait pengelolaan air di ibu kota.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menyampaikan, nilai proyek infrastruktur yang akan terus dikembangkan mencapai Rp570 triliun. Pengelolaan air di Jakarta pun masuk dalam anggaran tersebut.
Namun, Bambang menegaskan, komitmen pemerintah itu tidak bisa semuanya mengandalkan anggaran dari negara. Pemerintah nantinya melibatkan pihak swasta untuk turut membantu sejumlah proyek pembangunan infrastruktur tersebut.
"Saya sudah bicara dengan Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan), kami sudah bicara dan kami akan bantu memfasilitasi Rp570 triliun. Tentunya tidak semua mengandalkan anggaran pemerintah," ujar Bambang dikutip dari keterangan resminya, Senin 6 Mei 2019.
Bambang pun menegaskan, Jakarta harus tetap berkembang karena masih harus menampung arus urbanisasi. Urbanisasi masih diperlukan karena dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
"Kami akan melibatkan swasta dan juga BUMN secara lebih masif membangun Jakarta," kata Bambang.
Anggaran tersebut sudah disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam bentuk proposal ke pemerintah pusat. Anggaran itu rencananya digunakan untuk sejumlah proyek infrastruktur di ibu kota, seperti perpanjangan rute Moda Raya Terpadu (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) serta pengelolaan air. Untuk mencapai target penyediaan air bersih 100 persen untuk warga Jakarta dibutuhkan anggaran Rp27 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, dibutuhkan dukungan swasta dalam membangun infrastruktur. Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Danis Sumadilaga, mengakui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM).
"Sebetulnya diharapkan ini bukan dari APBN. APBN mungkin hanya mampu 30 persen, sisanya 70 persen diharapkan dari swasta. Tentu, kuncinya adalah tarif. Ini yang perlu kajian kembali dari kita," tutur dia.