IHSG Terapresiasi Pemilu yang Berlangsung Damai
- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA – Penyelenggaraan pemilu yang berlangsung damai pada Rabu 17 April 2019, mendapat respons positif dari para pelaku pasar keuangan.
Berdasarkan data kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR Bank Indonesia, hal itu dapat dilihat dari adanya apresiasi 50 poin pada kurs rupiah yang menguat menjadi Rp14.016 per dolar AS, dibanding posisi sebelumnya Rp14.066 per dolar AS.
Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada awal perdagangan hari ini juga bergerak di zona hijau pada level 6.568. IHSG diperkirakan berada dalam rentang 6.520-6.630 setelah pada penutupan perdagangan saham 16 April 2019 di level 6.481,541.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira menjelaskan, tren penguatan rupiah dan IHSG di momentum pemilu ini, dapat dilihat dari dua aspek yakni aspek global dan domestik.
"Dari sisi global, rilis pertumbuhan ekonomi China positif di 6,4 persen dan di atas ekspektasi sebelumnya yang hanya 6,2-6,3 persen. Ini menunjukkan ekonomi China sekarang sudah masuk dalam masa pertumbuhan yang cukup bagus," kata Bhima saat dihubungi VIVA, Kamis 18 April 2019.
"Artinya efek perang dagang juga tidak berpengaruh lagi pada mereka, sehingga investor yakin bahwa negara-negara berkembang untuk tahun ini enggak separah prediksi IMF," tuturnya.
Selain itu, adanya Brexit di Eropa menguntungkan Indonesia, karena banyak negara maju yang mengalihkan investasi ke Indonesia. Bahkan jika dilihat year to date mulai Januari 2019 sampai hari ini, dana asing yang masuk ke pasar modal Indonesia mencapai Rp14 triliun.
Kemudian dari sektor domestik, tren penguatan itu didukung oleh adanya anggapan bahwa masalah pemilu itu bukan soal siapa presidennya. Namun, yang paling penting adalah terjaganya stabilitas keamanan.
"Bisa berkaitan juga dengan kemungkinan Pak Jokowi terpilih lagi, berarti harapannya pelaku pasar melihat stabilitas kebijakannya bisa berlanjut. Infrastruktur, kemudian menjaga inflasi tetap rendah, itu bisa berlanjut. Jadi ini juga berpengaruh terhadap sentimen-sentimen market ke depannya," ujar Bhima.
Meski demikian, Bhima menilai bahwa dari aspek domestik ini, masih minusnya nilai ekspor secara year-on-year menunjukkan bahwa Indonesia masih harus agak waspada terhadap rupiah yang bisa kembali lagi melemah atau terjadi volatilitas. Banyak pelaku pasar masih menunggu Oktober 2019, atau sampai menteri-menteri kabinet baru dilantik.
"Pasar akan melihat seberapa profesional mereka dan bagaimana kaitannya dengan ekspektasi pasar. Jadi Oktober 2019 nanti masih akan lebih menentukan dari April ini," kata Bhima.
"Ini mix antara faktor global dan domestik yang saling berkaitan sehingga membuat rupiah menguat. Saya kira rupiah minggu depan masih akan terjaga di level Rp13.900-14.000. IHSG pun masih juga dalam tren yang cukup positif," ujarnya.