Sekarang Dinilai Waktu yang Paling Mudah Beli Rumah, Ini Penjelasannya

Ilustrasi perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Membeli rumah selalu menjadi diskusi yang menarik dalam setiap keluarga. Bukan hanya karena uang yang dibelanjakan nilainya sangat besar, membeli rumah juga menyangkut hajat hidup orang banyak. 

Bikin Konstruksi Rumah Lebih Cepat, Anak Usaha Semen Merah Putih Luncurkan Beton Modular Pracetak

Bagi masyarakat Indonesia, lumrah sekali bahwa orang tua dan keluarga besar ingin ikut punya andil suara terhadap rumah yang akan dibeli anggota keluarga mereka. Ribet, tetapi nyata. 

Head of Marketing Rumah.com, Ike Hamdan menyatakan bahwa kepemilikan rumah memang sangat erat dengan kondisi sosial. Bukan semata-mata faktor penghasilan yang jadi penentu. Faktor ketersediaan juga menjadi penting untuk dipertimbangkan. 

Sambangi KPK Hari Ini, Maruarar Sirait: Kami Minta Bantuan Buat Sistem Pencegahan Korupsi

Lebih dari 70 persen pembelian rumah bagi masyarakat Indonesia adalah melalui jalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Artinya, melibatkan perbankan sebagai salah satu tonggak penting dari industri keuangan. 

Menurutnya, terlepas dari berbagai kritik atas ketidaksempurnaan pemerintah, perlu dicatat, ada upaya serius secara berkesinambungan dari berbagai masa pemerintahan. Hal itu dilakukan untuk memberikan akses lebih besar bagi kepemilikan rumah oleh masyarakat secara umum.

Hashim Sebut Program Perumahan Layak bagi Rakyat Bisa Tekan Angka Stunting

"Beberapa upaya tersebut adalah pendirian PT Sarana Multi Infrastruktur, pendirian PT Sarana Multigriya Finansial, pemberlakuan BI 7 Days Repo Rate, dan penyempurnaan ketentuan Loan to Value untuk kredit Properti melalui berbagai Peraturan Bank Indonesia," ujar Ike dikutip dari keterangan resminya, Selasa 16 April 2019.

Lebih lanjut, dia menjabarkan, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) adalah perusahaan pemerintah yang berfokus pada pembiayaan proyek-proyek infrastruktur dengan tugas utama menjadi katalis terhadap percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Sementara itu, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) adalah perusahaan yang dibentuk pemerintah untuk mendukung kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi setiap keluarga Indonesia. 

Sedangkan Bank Indonesia, memberlakukan BI 7 Days (Reverse) Repo Rate sejak 19 Agustus 2016. Ini artinya, BI memberikan acuan suku bunga pasar untuk berlaku dalam rentang waktu tujuh hari sebagai pengganti BI Rate yang sebelumnya berlaku satu tahun. 

Dengan jangka waktu yang lebih pendek, suku bunga acuan bisa lebih mencerminkan kondisi pasar, karena tak perlu menunggu setahun di mana BI 7 Days Repo Rate memiliki suku bunga/rate bisa lebih rendah atau lebih tinngi daripada BI Rate. 

Sedangkan aturan tentang Loan to Value untuk kredit properti pertama kali dikeluarkan melalui Surat Edaran BI No 14/10/DPNP tahun 2012. Aturan ini mengalami beberapa penyempurnaan dengan besaran Down Payment (DP) yang harus dipenuhi oleh pembeli adalah mulai dari 30 persen.

Aturan besaran DP minimal ini terus mengalami penurunan hingga menjadi 15 persen di 2016, hingga melalui PBI No. 20/8/PBI/2018 tahun 2018, besaran nilai DP diserahkan pada penilaian bank. 

Ilustrasi perumahan.

Menurut Ike, berbagai kemudahan tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya saat ini adalah kondisi termudah untuk membeli rumah. Selama ini, kendala nomor satu untuk membeli rumah adalah DP. Dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut, DP sekarang menjadi lebih fleksibel sehingga kendala DP seharusnya teratasi. 

“Memang ada peningkatan dari sisi suku bunga. Namun berdasarkan data, tingkat suku bunga saat ini tidak lebih tinggi dari 2015. karena itu, sekarang adalah saat paling mudah untuk membeli rumah, tegas Ike. 

Kondisi ini juga sesuai dengan hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H1-2019, di mana konsumen properti masih optimistis dengan iklim pasar properti nasional. Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 65 persen responden mengaku puas dengan kondisi pasar properti Indonesia. 

Kepuasan terhadap iklim properti ini mayoritas didasarkan pada faktor kenaikan harga properti yang stabil serta apresiasi terhadap kenaikan harga properti jangka panjang. Kedua faktor ini diamini oleh 63 persen responden. Sementara, 15 persen responden yang merasa tidak puas, mengungkapkan faktor kenaikan harga properti sebagai penyebabnya. Alasan lainnya adalah uang muka yang terlalu tinggi.

Ike menjelaskan bahwa faktor kenaikan harga memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan, sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya. 

"Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi. Padahal, saat ini pasar properti sedang berpihak kepada pembeli," tambahnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya