Presiden Terpilih Dituntut Ubah Model Ekonomi Secara Struktural
- tvOne
VIVA – Kinerja perdagangan pada 2018 membukukan defisit terburuk sepanjang lima tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya tekanan perekonomian global.
Peneliti Senior dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Olisias Gultom menilai, penurunan kinerja perdagangan Indonesia di sepanjang 2018 itu bukan sekedar persoalan kasuistis, yang dipengaruhi oleh kondisi global semata.
Namun, hal ini menurutnya lebih disebabkan karena adanya efek jangka panjang, dari kebijakan salah kelola perekonomian nasional sejak orde baru hingga saat ini.
"Pemerintah Indonesia tidak mampu menyusun strategi penguatan ekonomi nasional atas dampak dari kebijakan ekonomi terbuka," kata Olisias di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 12 April 2019.
Ia menjelaskan, persoalan yang melingkupi kebijakan perdagangan Indonesia itu merupakan konsekuensi dari pilihan model ekonomi, yang dipilih oleh Pemerintah sejak 1967. Di mana, pembangunan ekonomi dianggap lebih bertumpu pada investasi asing, dan ekstraksi sumber daya alam.
Dengan demikian, Olisias menilai apa yang dihadapi oleh Indonesia hari ini merupakan dampak dari kebijakan ekonomi neo-liberal, yang dipertahankan pemerintah sejak orde baru, reformasi, hingga pemerintahan Jokowi saat ini.
"Pergantian pemimpin dalam proses demokrasi yang berlangsung lewat Pemilu 2019 nanti, seharusnya bukan proses demokrasi prosedural semata yang hanya melegitimasi pergantian atau mempertahankan rezim dalam perebutan kue ekonomi yang diperkuat dengan struktur oligarki," kata Olisias.
"Maka pemilu 2019 harus bisa membawa perubahan model ekonomi secara struktural bagi Indonesia, dengan mengedepankan agenda rakyat ketimbang agenda elit politik. Khususnya dalam menyusun agenda pembangunan yang dipimpin oleh kepentingan rakyat," ujarnya. (sah)