Investor Mengeluh Diombang-Ambing Kembangkan Pelabuhan Marunda
- Biro Pers Kepresidenan
VIVA – Kisruh pengembangan Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara, hingga saat ini belum mendapatkan titik temu. Investor pun mengaku telah dirugikan triliunan rupiah, karena permasalahan ini.
Kuasa Hukum PT Karya Citra Nusantara (KCN) Juniver Girsang mengatakan, pengembangan kawasan tersebut dimulai sekitar 15 tahun lalu, saat PT Karya Tekhnik Utama (KTU) PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) secara resmi memulai kerja sama untuk pengembangan kawasan Pelabuhan Marunda.
Kerja sama yang diawali dengan menangnya KTU dalam lelang yang diadakan oleh KBN itu, melahirkan sebuah perusahaan patungan bernama PT Karya Citra Nusantara (KCN). Selama kurun waktu tersebut, sudah lebih dari Rp3 triliun dikeluarkan investor.
"Namun, alih-alih mendapat keuntungan dari sebuah kerja sama, malah masalah demi masalah yang didapat," ujar Juniver dikutip dari keterangan resminya, Kamis 11 April 2019.
Juniver pun menjabarkan, setidaknya sejumlah hal yang tidak mengenakkan yang dialami investor saat bekerja sama dengan KBN. Pertama, tidak mengerjakan porsi pengurusan izin sesuai perjanjian. Akibatnya, investor menanggung hal tersebut dan hal tersebut melanggar kesepakatan yang telah dibuat.
Kedua menurutnya, adanya blokade akses saat keinginan KBN tidak dipenuhi, yang mengakibatkan aktivitas usaha di pelabuhan KCN terhenti dan harus dialihkan ke tempat lain. Hal tersebut terjadi tak lama berselang sejak investor menolak permintaan KBN untuk negosiasi porsi saham.
"Alhasil, akses jalan ke pelabuhan yang telah berdiri, diblokade dengan menggunakan mobil pemadam kebakaran. KBN berdalih bahwa mereka tidak menutup pelabuhan, hanya menutup akses jalan yang memang berdiri di atas lahan milik mereka,"tambahnya.
Poin ketiga adalah Wanprestasi pascanegosiasi kerja sama. KBN diketahui tak melunasi pembelian saham, karena ternyata belum direstui menteri BUMN. Setelah dengan sangat terpaksa menyetujui perubahan porsi saham demi kelangsungan usaha.
"Investor lagi-lagi mengalami kejadian tidak mengenakkan karena hingga setahun lebih usai penandatanganan kesepakatan perubahan porsi saham. KBN tidak juga melunasi setoran sebagai konsekuensi dari keinginan menambah porsi saham tersebut," ungkapnya.
Kemudian yang keempat adalah mengulur-ulur waktu untuk menandatangani kesepakatan. Pascawanprestasi dalam menyetor penambahan saham, KBN meminta agar komposisi saham kembali ke porsi sebelumnya.
Atas permintaan tersebut, dibuatlah draft kesepakatan baru dengan dimediasi oleh Jaksa Pengacara Negara. Namun, hingga lebih dari 2 tahun, KBN tidak juga mau menandatangani draft kesepakatan itu.
Lalu kelima, tidak menyetorkan retribusi IMB yang telah dibayarkan oleh investor. Akibatnya, bangunan KCN dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Pada 2016, Pemprov DKI membongkar bangunan KCN dengan alasan belum membayar IMB. Padahal, investor telah menyetorkannya melalui pihak KBN sejak 2008," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Juniver, KBN juga meminjam uang senilai Rp31 miliar kepada investor untuk proyek lantainisasi di lahannya sendiri. Namun, hingga kini utang itu tidak dibayarkan padahal lahan sudah disewakan.
Di luar dari proyek pelabuhan Marunda, pada 2014, KBN disebutkan pernah meminjam uang senilai Rp31 miliar kepada investor sebagai dana bridging selama 75 hari untuk proyek lantainisasi di lahan KBN.
"Hingga saat ini, telah 4 tahun berjalan dan investor telah mengirimkan 27 surat, namun tidak pernah ada tanggapan," ungkapnya.
Juniver mengatakan, masih ada sejumlah hal lagi yang dikelukan investor. Karena itu prosedur hukum tetap akan dijalani dan ditempuh ke depannya.
Namun terlepas dari hal tersebut menurutnya, di tengah masifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan, masih ada batu kerikil yang menggangu iklim investasi di Indonesia. Khususnya yang terjadi di kawasan Marunda.
"Harapan terbesar adalah agar Presiden Joko Widodo memberikan perhatian penuh terhadap situasi ini," tegasnya.
Dia pun mengatakan, meski Presiden Joko Widodo menyatakan memiliki komitmen tinggi untuk memajukan investasi di Indonesia. Situasi di lapangan yang dialami investor di Marunda berbanding 180 derajat dengan komitmen tersebut.
"Selama lebih dari lima tahun, investor di Marunda diombang-ambing dalam ketidakpastian. Kini, malah ada di ujung tanduk jika melihat apa yang terjadi akhir-akhir ini," tegasnya.