Petani Tembakau Keberatan Volume Produksi SPM dan SKM Digabung

Petani menjemur daun tembakau di Sidomulyo, Senden, Selo, Boyolali, Jawa Tengah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Petani tembakau menolak penggabungan volume produksi Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Wacana tersebut saat ini terus dikaji oleh pemerintah yang nantinya akan terkait dengan kewajiban pembayaran cukai. 

Pelaku Industri Sambut Positif Batalnya Kenaikan Cukai Rokok di 2025

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyayangkan adanya usulan tersebut. Dia menilai, usulan tersebut tidak tepat karena SPM dan SKM merupakan produk hasil tembakau yang berbeda. 

“SKM merupakan pengembangan produk Indonesia  berlandasan kretek,” ucap Agus dikutip dari keterangannya, Selasa 9 April 2019.

Pemerintahan Prabowo Diharap Beri Kepastian soal Cukai Hasil Tembakau

Dia menjelaskan, produk SKM sebagai penopang  penyerap bahan baku lokal baik tembakau ataupun cengkeh. Penggabungan SPM dan SKM akan mematikan budidaya tembakau yang sudah turun menurun.'

“Industri harus memperhatikan bagaimana petani lokal tetap bertani secara berkelanjutan tetap menanam tembakau,” tuturnya.

Cukai Rokok 2025 Tidak Naik, Ekonom: Berdampak Positif ke Industri dan Penerimaan Negara

Dia mengatakan, pemerintah harus tetap memisahkan antara SPM dan SKM, baik dari volume produksinya maupun cukai tembakaunya. Langkah terobosan yang paling tepat untuk melindungi produk hasil tembakau yang berbasiskan kretek, adalah perbedaan pengenakan cukai bagi produk non kretek harus lebih tinggi dibandingkan dengan produk kretek.

“Pemerintah harus berani tegas untuk membentengi produk kretek,” tegasnya.

Petani pun menurutnya, mengapresiasi Pemerintah  pada 2019 tidak menaikkan cukai rokok. Hal tersebut merupakan langkah baik sebagai bukti nyata keberpihakan terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional dari hulu sampai hilir. 

"Akan tetapi, itu belum cukup jika proteksi kretek nasional masih lemah, disparitas cukai belum jelas dan pengaturan importasi tembakau belum di lakukan secara tepat," tambahnya. 

Selain itu, Agus menambahkan bahwa asosiasinya melihat masih ada industri yang belum memenuhi kewajibannya sebagai penyerap bahan baku dengan  baik. 

“Persoalanya saat ini masih ada industri yang tidak melakukan pembelian di waktu musim panen,” katanya.

Diskusi Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB) 
 [dok. PPKE-FEB UB]

Kenaikan Tarif Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Menurut Kajian Akademisi

Hasil kajian PPKE-FEB UB menyatakan, setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal.

img_title
VIVA.co.id
8 November 2024