Petani Tembakau Keberatan Volume Produksi SPM dan SKM Digabung
- ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
VIVA – Petani tembakau menolak penggabungan volume produksi Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Wacana tersebut saat ini terus dikaji oleh pemerintah yang nantinya akan terkait dengan kewajiban pembayaran cukai.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyayangkan adanya usulan tersebut. Dia menilai, usulan tersebut tidak tepat karena SPM dan SKM merupakan produk hasil tembakau yang berbeda.
“SKM merupakan pengembangan produk Indonesia berlandasan kretek,” ucap Agus dikutip dari keterangannya, Selasa 9 April 2019.
Dia menjelaskan, produk SKM sebagai penopang penyerap bahan baku lokal baik tembakau ataupun cengkeh. Penggabungan SPM dan SKM akan mematikan budidaya tembakau yang sudah turun menurun.'
“Industri harus memperhatikan bagaimana petani lokal tetap bertani secara berkelanjutan tetap menanam tembakau,” tuturnya.
Dia mengatakan, pemerintah harus tetap memisahkan antara SPM dan SKM, baik dari volume produksinya maupun cukai tembakaunya. Langkah terobosan yang paling tepat untuk melindungi produk hasil tembakau yang berbasiskan kretek, adalah perbedaan pengenakan cukai bagi produk non kretek harus lebih tinggi dibandingkan dengan produk kretek.
“Pemerintah harus berani tegas untuk membentengi produk kretek,” tegasnya.
Petani pun menurutnya, mengapresiasi Pemerintah pada 2019 tidak menaikkan cukai rokok. Hal tersebut merupakan langkah baik sebagai bukti nyata keberpihakan terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional dari hulu sampai hilir.
"Akan tetapi, itu belum cukup jika proteksi kretek nasional masih lemah, disparitas cukai belum jelas dan pengaturan importasi tembakau belum di lakukan secara tepat," tambahnya.
Selain itu, Agus menambahkan bahwa asosiasinya melihat masih ada industri yang belum memenuhi kewajibannya sebagai penyerap bahan baku dengan baik.
“Persoalanya saat ini masih ada industri yang tidak melakukan pembelian di waktu musim panen,” katanya.