LinkAja Akan Fokus ke Pembayaran Layanan Publik dan Transportasi
- Twitter.com/@linkaja
VIVA – Alat pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara dan beberapa BUMN, LinkAja, bakal dikhususkan sebagai alat pembayaran berbagai jenis layanan publik maupun transportasi. Dengan begitu, cakupan bisnis konsumsi masyarakat seperti makanan tidak akan diprioritaskan.
Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, fokus itu diarahkan karena LinkAja belum memiliki kapasitas keuangan yang kuat, untuk bersaing dengan alat pembayaran digital yang telah fokus di sektor tersebut, seperti OVO, Gopay, maupun DANA, khususnya terkait perang diskon.
"Kalau di konsumer, tahu lah perangnya perang diskon, jadi itu terlalu mahal. Jadi, mungkin kita angel-nya kita beda, positioning kita untuk public service dan transportation dulu," kata dia di Gedung Mandiri Club, Jakarta, Selasa 9 April 2019.
Supaya LinkAja bisa merajai di sektor layanan publik dan transportasi, pria yang akrab disapa Tiko itu menegaskan bahwa alat pembayaran tersebut akan dihubungkan dengan bisnis perusahaan-perusahaan BUMN nonperbankan. LinkAja bakal dijadikan sumber pembiayaan atau Source of Fund (SoF).
Misalnya, kata Tiko untuk membeli bahan bakar minyak milik Pertamina. Begitu juga pembayaran tol dengan konsep Radio Frequency Identification atau RFID Jasa Marga yang alat pembayarannya itu nantinya berasal dari LinkAja.
Untuk pembayaran BBM Pertamina, Tiko mengatakan, masyarakat bisa mulai menggunakan LinkAja pada bulan ini. Sementara itu, untuk RFID ditargetkannya bisa digunakan masyarakat pada akhir 2019.
Selain itu, sebagai alat pembayaran transportasi lainnya, seperti untuk kereta atau commuterline bisa di kuartal III-2019, sedangkan untuk MRT masih dalam tahap negosiasi.
"Sehingga, nanti ekosistem terbangun untuk public service saja, transportasi, pembayaran bahan bakar, pembayaran telepon, dan sebagainya. Tetapi, kita memang tidak akan competing directly dengan Gopay dan OVO, karena beda kan," tegas dia.
"Gopay, OVO, kan di Food and Beverage, kita kan memang enggak masuk di food, kita mainnya di payment lain. Jadi, mungkin nanti orang Indonesia akan punya dua atau tiga uang elektronik, tapi penggunannya beda-beda," tambahnya. (asp)