Harga Tiket Pesawat Masih Tinggi, Kemenhub Dinilai Lamban
- Istimewa.
VIVA – Pengamat Penerbangan, Alvin Lie menilai, masih tingginya harga tiket pesawat saat ini, lantaran lambannya Kementerian Perhubungan meninjau batas harga secara reguler.Â
Menurut dia, pertimbangan tarif batas atas (TBA) atau tarif batas bawah (TBB) disebut memang harus mempertimbangkan nilai tukar rupiah, harga avtur, suku bunga, dan inflasi.
"Kondisi harga tiket saat ini, yang hampir semuanya pasang harga pada atau mendekati batas atas, tidak lepas dari lambannya Kemenhub meninjau secara reguler TBA dan TBB," kata Alvin kepada VIVA, Selasa 9 April 2019.Â
Dia mengatakan, kalau sejak 2017, pemerintah secara reguler meninjau tarif tersebut, tentunya maskapai akan menaikkan tarifnya secara bertahap. Jika itu dilakukan, kemungkinan sampai saat ini masih mampu menerapkan harga fleksibel atau dynamic pricing.Â
"Andai sejak 2017, Kemenhub meninjau TBB dan TBA setiap enam atau 12 bulan, tidak akan kejadian harga naik drastis seperti sekarang," kata dia.Â
Namun di sisi lain, lanjut dia, andai TBB dan TBA ditinjau secara reguler, harga tiket pesawat hari ini juga bisa lebih tinggi. Menurutnya, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga sudah berjasa menahan harga tiket pesawat pada level saat ini.Â
"Walau konsekuensinya, laporan keuangan airlines menunjukkan tahun 2018 semua rugi," kata dia.Â
Bahkan, lanjut dia, Indonesia Air Asia yang paling efisien juga rugi Rp998 miliar pada tahun lalu. "Namun, mereka semua masih patuhi TBB dan TBA," kata dia.Â
Berdasarkan fakta di lapangan, dia menambahkan, selama ini beberapa maskapai terlalu cepat atau ambisius mengembangkan armada dan rute menggunakan harga tiket promo yang tidak mencerminkan keekonomian. Bahkan, ada beberapa rute yang sebenarnya belum menguntungkan tetap dilayani, demi membangun potensi pasar dan brand image.Â
Kerugian rute-rute tersebut pun dibebankan pada penghasilan dari rute gemuk yang menguntungkan, alias subsidi silang. Ketika beban biaya operasional meningkat, sedangkan TBB dan TBA tidak naik, maka keuntungan hingga cash flow maskapai pun merosot.
"Ujung-ujungnya terjadilah kondisi saat ini. Airlines tidak lagi mampu lakukan subsidi silang. Bahkan, untuk rute gemuk pun pasang harga pada atau mendekati TBA," katanya. (asp)