Alasan BPJT Dorong BPD Ikut Kontribusi Proyek Tol di Indonesia
- VIVA.co.id/Dusep Malik
VIVA – Badan Pengelola Jalan Tol atau BPJT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengungkapkan, peranan Bank Pembangunan Daerah dalam pembiayaan proyek jalan tol selama ini sangat minim.
Porsinya, baru mencapai kurang dari satu persen dari total keseluruhan pembiayaan sejak 2015, hingga saat ini yang mencapai Rp500 triliun.
Kepala BPJT, Danang Parikesit menyebutkan, beberapa Bank Pembangunan Daerah yang sudah mulai berkontribusi terhadap pembangunan proyek jalan tol di antaranya BPD Maluku, Papua, hingga Kalimantan, untuk proyek jalan tol Trans Jawa. Sementara itu, sisanya belum mau berkontribusi.
Adapun sebagian besar porsi pembiayaan jalan tol, dikatakannya, masih oleh perbankan milik pemerintah maupun lembaga pembiayaan milik pemerintah seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, maupun PT Sarana Multi Infrastruktur yang mencapai 63,23 persen, sisanya sebanyak 36,77 persen oleh perbankan atau lembaga keuangan non pemerintah.
"Dorongan kita, agar bisa bank pembangunan daerah, baik masing-masing maupun melalui sindikasi perbankan lebih besar kontribusinya. Kelompok perbankan Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah) kontribusinya kurang dari satu persen," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat 5 April 2019.
Padahal, lanjut dia, peranan Bank Pembangunan Daerah dalam membiayai proyek-proyek jalan tol sangat besar, terlebih mereka memiliki kemampuan memitigasi atau mengendalikan berbagai risiko investasi jalan tol yang saat ini ditanggung sangat besar oleh perbankan BUMN.
Karena itu, diharapkannya, Bank Pembangunan Daerah bisa memiliki kontribusi yang lebih besar bagi pembiayaan berbagai proyek jalan tol di kisaran lima sampai 10 persen, guna mengurangi beban pembiayaan perbankan BUMN yang menurutnya sudah semakin sulit.
"Terutama, bank daerah ini berkaitan dengan kemampuan mereka mengendalikan risiko-risiko investasi jalan tol. Kita ingin dorong mereka bisa lima hingga 10 persen. Kita mulai kenalkan mereka, baik sendiri maupun sindikasi," tegas dia.
Sebelumnya, Danang mengungkapkan, kemampuan perbankan milik negara yang tergabung ke dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), sudah tidak lagi mampu untuk membiayai proyek pembangunan jalan tol di masa mendatang.
Penyebabnya, pengerjaan proyek-proyek tol selama ini mayoritas dibiayai oleh Himbara. Misalnya, Bank Mandiri menanggung pembiayaan tol 26,9 persen, atau senilai Rp30,2 triliun, diikuti BNI sebesar 14,65 persen atau senilai Rp16,45 triliun dan BNI sebesar 8,63 persen atau senilai Rp9,69 miliar.
"Sudah kedip-kedip dari kuning ke merah, karena penyerapan atau pembiayaan infrastruktur untuk jalan tol sudah sedemikian banyaknya," kata dia di Jakarta, Rabu 20 Maret 2019.
Sebagai informasi, berikut daftar bank pemberi utang atau pembiayaan bagi infrastruktur jalan tol pemerintah:
- Bank Mandiri: Rp30,2 triliun
- BCA: Rp16,8 triliun
- BNI: Rp16,4 triliun
- BRI: Rp9,6 triliun
- SMI: Rp8,6 triliun
- Bank Mega: Rp7 triliun
- CIMB Niaga: Rp4,14 triliun
- Indo Eximbank/LPEI: Rp1,58 triliun
- Astra: Rp1,5 triliun
- Bank ICBC: Rp1,31 triliun
- MayBank Indo: Rp760 miliar
- Bank Jateng: Rp725 miliar
- Panin Bank: Rp680 miliar
- Bank KEB Hana-Korean Eximbank: Rp550 miliar
- Bank Riau Kepri:Rp500 miliar
- Bank Permata: Rp500 miliar
- Bank Arta Graha Indonesia: Rp325 miliar
- Bank Sulselbar: Rp331 miliar
- BPD Jateng: Rp165 miliar
- Bank DIY: Rp150 miliar
- Bank Sumut: Rp100 miliar
- Bank Nagari/BPD Sumbar: Rp100 miliar
- Bank Kalteng: Rp50 miliar
- BPD DIY: Rp50 miliar
- Bank Jambi: Rp50 miliar. (asp)