LPS: Dominasi Perbankan di Institusi Pembiayaan Tidak Sehat
- VIVA/Dyah Pitaloka
VIVA – Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS mencatat, struktur institusi pembiayaan di Indonesia masih didominasi oleh perbankan. Itu tercermin dari total aset perbankan di keseluruhan aset institusi keuangan atau pembiayaan mencapai 77,15 persen.
Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti mengungkapkan, dominasi perbankan dalam struktur institusi pembiayaan itu cenderung tidak sehat. Sebab, itu membuktikan bahwa institusi pembiayaan di Indonesia terbatas dan tidak bisa menjangkau keseluruhan kebutuhan pembiayaan masyarakat.
"Namun demikian, dari struktur institusi pembiayaan masih didominasi perbankan. Ini enggak sehat sebetulnya, karenanya kita harus tumbuhkan yang lain, seperti asuransi, dana pensiun dan sebagainya. Maka perlu pendalaman lagi," katanya di acara 100 Ekonom Perempuan Indonesia, Jakarta, Selasa 26 Maret 2019.
Adapun jumlah bank umum saat ini, menurut datanya, mencapai 115 bank dengan jumlah Bank Perkreditan Rakyat atau BPR mencapai 1.593. Sementara itu, terkait penyaluran kreditnya, dikatakannya telah mengalami peningkatan mencapai 41 persen selama empat tahun terakhir.
"Maka perlu pendalaman lagi. Dibanding negara lain kita relatif di bawah, artinya kebijakan pendalaman sektor keuangan penting untuk Indonesia," ungkap dia.
Sementara itu, dari sisi inklusi keuangan atau pendalaman layanan jasa keuangan, juga masih rendah akibat hal tersebut. Berdasarkan data Bank Dunia, hanya 48 persen masyarakat Indonesia berumur 15 tahun ke atas yang melakukan pembukaan rekening.
"Dan kita jauh di bawah Malaysia dan Thailand. Ini yang sebabkan sektor perbankan kita kreditnya lambat karena inklusinya yang perlu ditingkatkan," ujarnya menjelaskan.
Jika inklusi keuangan tersebut mampu ditingkatkan, dan masyarakat di lapisan paling bawah mampu mengakses layanan jasa keuangan, dia menganggap perbankan mampu meningkatkan tambahan permodalannya.
"Satu hari mereka kita asumsikan menabung Rp5-10 ribu, satu bulan kalau kita itu asumsinya 100 persen semua nabung maka ada tambahan Rp100 juta dari penduduk, setahun kita bisa tambah Rp100-150 triliun bagi perbankan kita. Maka financial deepening dan inklusi ke depannya menjadi penting."
Untuk itu, ke depannya, stimulus bagi industri-industri jasa keuangan lainnya, baik yang konvensional maupun yang menggunakan teknologi digital, dikatakannya perlu terus ditingkatkan pemerintah, supaya investasi di sektor jasa keuangan ke depannya bisa meningkat untuk menciptakan pendalaman pasar keuangan dan inklusi keuangan. (mus)