WIKA Catat Rekor Laba Rp2 Triliun Sepanjang 2018
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
VIVA – Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) telah merombak sebagian jajaran pengurusnya. Direktur Utama WIKA, Tumiyana, optimis perubahan kepengurusan akan melanjutkan kesuksesan yang telah diraih perseroan pada 2018 lalu.
Tumiyana menjelaskan, berdasarkan laporan keuangan WIKA per 2018 yang telah diaudit, pertumbuhan laba tercatat bergerak naik sebesar 52,89 persen, atau senilai Rp2,07 triliun dibandingkan 2017 yang hanya sebesar Rp1,36 triliun.
"Penjualan WIKA sepanjang 2018, yang belum termasuk proyek-proyek kerja sama operasi atau KSO, mencapai Rp31,16 triliun. Melonjak 19,03 persen dibanding tahun buku sebelumnya yaitu sebesar Rp26,18 triliun," kata Tumiyana di kantornya, kawasan Cawang, Jakarta Timur, Senin 25 Maret 2019.
Untuk Net Profit Margin (NPM) pada 2018, Tumiyana mengaku pihaknya mencatat kenaikan 6,65 persen, dibandingkan capaian 2017 yang sebesar 5,18 persen. Grafik positif itu pun diakuinya semakin kuat dengan dicatatkannya arus kas operasi yang positif sebesar Rp2,72 triliun.
Kontribusi penjualan terbesar, diakui Tumiyana, datang dari sektor infrastruktur dan gedung, diikuti sektor energi dan tanaman industrial, serta industri dan properti secara berturut-turut.
“Perolehan ini semakin memperkuat keyakinan WIKA untuk merealisasikan target pada 2019 ini,” kata Tumiyana.
Tumiyana mengaku optimistis capaian positif lainnya juga datang dari jumlah aset, di mana sepanjang 2018 aset WIKA tercatat tumbuh sebesar 29,65 persen menjadi Rp59,23 triliun. Hal itu lebih besar dibandingkan posisi aset pada periode yang sama 2017 sebesar Rp45,68 triliun.
“Performa WIKA sepanjang 2018 menunjukkan bahwa kami sudah on track menghasilkan efisiensi dan berpotensi untuk terus bertumbuh secara finansial maupun portofolio proyek," kata Tumiyana.
"Kami bersyukur WIKA telah dipercaya untuk menangani berbagai proyek strategis sehingga ruang WIKA untuk berkembang masih sangat luas,” ujarnya.
Sebagai informasi, secara rasio finansial, posisi utang berbunga dibandingkan ekuitas perseroan (Gross Gearing Ratio) tercatat berada di level yang rendah, yakni sebesar 0,79 kali, dengan batas utang berbunga (debt covenant) sebesar 2,5 kali.
Bahkan, apabila utang berbunga dikurangi dengan posisi kas setara kas perusahaan dan dibandingkan dengan jumlah ekuitas, perseroan tercatat berada di posisi -0,02 kali.
Hal tersebut berarti perseroan memiliki kas setara kas Rp13,97 triliun yang lebih tinggi dibandingkan dengan total utang berbunga sebesar Rp13,59 triliun.