RI, Malaysia dan Kolombia Sepakat Lawan Diskriminasi CPO Uni Eropa
- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengikuti pertemuan tingkat menteri VI Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) di Hotel Mulia Senayan, Jakarta. Setidaknya pertemuan itu dihadiri delegasi dari tiga negara besar produsen minyak sawit dunia yaitu Indonesia, Malaysia, dan Kolombia.
Usai pertemuan, Darmin mengatakan, Kolombia akan menjadi anggota penuh CPOPC bergabung dengan Indonesia dan Malaysia. Pertemuan tersebut, lanjut Darmin, membahas sejumlah isu terkini kelapa sawit termasuk kebijakan internasional, akses pasar, petani kecil hingga Sustainable Development Goals (SDGs).
Diungkapkan Darmin, ketiga negara pun sepakat bersama-sama untuk menanggapi langkah Komisi Uni Eropa yang mendiskriminasi produk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Pertemuan sepakat untuk secara bersama-sama menanggapi langkah-langkah diskriminatif dari Komisi Uni Eropa," ujar Darmin di Hotel Mulia Jakarta, Kamis 28 Februari 2019.
Para menteri yang hadir, kata dia, melihat diskriminasi CPO ini merupakan langkah kompromi politik Komisi Uni Eropa yang bertujuan untuk mengisolasi minyak kelapa sawit atau biofuel.
Namun begitu, Darmin mengatakan, pihaknya optimistis hal ini bisa diselesaikan. Bahkan jika kebijakan diskriminasi CPO itu harus dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
"Kalau ditanya seberapa optimis, ya di WTO kita optimis, di sini mari kita berjuang meyakinkannya. Kita tidak bisa menjadi bangsa yang mudah putus asa, Tapi kita juga harus jadi bangsa yang beradab," katanya.
Terkait skenario terburuk, Darmin mengaku belum membahas hal tersebut karena fokus kepada perundingan saat ini dan berupaya melakukan perundingan. Ia mengakui Indonesia akan merugi jika kebijakan diskriminasi sawit betul-betul dilakukan Uni Eropa.
"Kalau dia banned dan betul-betul dilaksanakan tentu kita rugi. Kita berharap dengan upaya dan perjuangan, kita tempuh semua yang wajar dan layak ditempuh. Baru di ujungnya ditentukan lagi langkah kita," jelasnya. (art)