Relaksasi Daftar Negatif Investasi Bayangi Bisnis Pengusaha Lokal
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA – Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang merupakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), yang telah diumumkan pemerintah dinilai akan berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Sebab, kebijakan ini hanya akan menguntungkan investor asing dan pengusaha besar.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, relaksasi DNI ini menjadi jalan bagi terjadinya keterbukaan ekonomi yang berujung pada liberalisasi bisnis di Indonesia. Namun, dampaknya justru kurang menguntungkan bagi pelaku usaha domestik ekonomi Indonesia.
"Investor boleh masuk tapi harusnya ada sharing dengan pemain lokal dan saham pengendali ada di pengusaha lokal, bukan 100 persen diberikan ke asing," ungkap Bhima dikutip dari keterangan resminya, Selasa 29 Januari 2019.
Bhima berpendapat, ada risiko yang harus dihadapi dari direvisinya DNI ini. Salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi yang semakin tidak inklusif, lantaran kegiatan ekonomi akan dikuasai oleh investor skala besar saja.
Hal itu menurutnya diperburuk jika profit yang dihasilkan akan ditransfer ke negara induknya. Ini yang membuat neraca pembayaran terus mengalami tekanan.
"Pendapatan investasi kita defisit US$31,2 miliar karena transfer modal keluar negeri. Repatriasi modal keluar negeri ujungnya merugikan rupiah dalam jangka panjang," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, dengan relaksasi DNI ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi di dalam negeri. Namun, sebenarnya masih ada faktor lain pendorong investasi yang dinilai pengusaha lebih penting yaitu soal kemudahan perizinan.
"Permasalahan utama di sini itu adalah perizinan. Hal ini dulu yang diperbaiki. Selain itu, kita juga perlu merumuskan kebijakan bagaimana investasi mereka tetap di sini, profit-nya tidak semuanya dibawa keluar negeri sehingga berkontribusi terhadap perekonomian kita juga," tambahnya.
Selain itu lanjut Shinta, sektor yang masuk dalam daftar relaksasi DNI juga sudah bisa dikelola sendiri oleh pengusaha dalam negeri. Sehingga sebenarnya relaksasi tersebut tidak mendesak untuk dilakukan.
"Revisi DNI ini juga banyak yang merupakan sektor yang sudah bisa dipegang pengusaha, tidak terlalu urgent" tutup dia. (hty)