Alasan Pengusaha Makanan Minuman Pilih Gula Impor Dibanding Lokal
- Pixabay/moritz320
VIVA – Penggunaan gula rafinasi impor untuk industri makanan dan minuman (mamin) masih sulit digantikan oleh gula lokal. Adanya bakteri pada gula lokal dan suplainya tak teratur, serta harga murah, membuat pengusaha mamin memilih gula impor.
Ketua Asosiasi Industri Kecil dan Menengah Agro Suyono mengatakan, pengusaha mamin kelas kecil dan menengah masih membutuhkan impor gula rafinasi bagi keberlangsungan usaha mereka.
Ia menjelaskan, ada tiga alasan penting kenapa gula rafinasi dari impor sulit digantikan oleh gula lokal bagi industri mamin.
“Yang pertama gula rafinasi itu tidak mengandung molasis, yaitu sampah mikro, bakteri dan kuman, yang masih menempel di gula. Ketika ada molasis, makanan kami akan cepat kedaluwarsa,” ujar Suyono, dalam keterangannya, dikutip Senin 28 Januari 2019.
Ia menjelaskan, jika menggunakan gula lokal, saat makanan diekspor, seperti dodol ke Timur Tengah, makanan itu akan berjamur dan kedaluwarsa karena adanya bakteri tersebut.
Terlebih, lanjut dia, perjalanan ke Abu Dhabi saja bisa mencapai 20 hari. Kondisi panas dalam kontainer membuat bakteri yang membusukkan makanan tersebut lebih cepat berkembang.
“Kita biasa ekspor dodol itu ke Abu Dhabi, sampai di sana pasti jamuran kalau pakai gula lokal, karena di perjalanan bisa 20 hari, dengan kondisi kontainer panas. Jadi, memang gula lokal tidak cocok untuk dodol,” tuturnya.
Ia melanjutkan, alasan kedua karena gula rafinasi selalu tersedia dari Januari sampai Desember. Sementara itu, jika menggunakan gula lokal, mesti menunggu musim panen yang pasokannya tidak selalu tersedia.
Tak sampai di situ, pengusaha mamin juga masih mengeluhkan masalah harga sebagai alasan ketiga. Suyono menyebutkan, harga gula lokal bisa lebih mahal hingga Rp2.000 per kilogramnya dibandingkan gula rafinasi.
Pilihan menggunakan gula rafinasi impor, ditegaskannya, tidak serta-merta menunjukkan para pengusaha anti produk dalam negeri. Melainkan, pengusaha siap membeli gula dalam negeri jika kualitasnya sudah sama gula rafinasi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengamini, beberapa industri memang membutuhkan impor gula sebagai bahan baku untuk produksinya.
Khusus untuk industri mamin, ia mengakui, keperluan memakai gula impor lebih dikarenakan harganya yang lebih terjangkau. Di samping itu, gula impor yang memiliki tingkat International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) di kisaran 45 membuat tampilan mamin lebih baik.
“Kalau ICUMSA gula rafinasi impor itu sekitar 45. Kalau gula lokal setelah diolah itu masih sekitar 300 ICUMSA. Raw sugar malah ICUMSA-nya bisa sampai 1.200,” tuturnya. (art)