OJK Nilai Perlu Undang-undang untuk Atur Industri Digital

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVA.co.id.

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan mendorong penerbitan undang-undang secara khusus untuk mengatur perizinan usaha industri berbasis digital. Itu disebabkan rumitnya struktur perusahaan maupun pola bisnis dari industri digital.

OJK Sebut Industri Fintech RI Masih Lemah Modal hingga Kurang SDM Berkualitas

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, dengan adanya perkembangan digital saat ini, industri-industri yang memanfaatkan perkembangan itu memiliki struktur perusahaan dan pola bisnis yang beragam. 

Karenanya, lanjut dia, regulasi yang mengakomodir perizinan perusahaan digital itu harus ganda. Misalnya regulasi yang ditujukan untuk bentuk perusahaan sedangkan satunya ditujukan untuk proses bisnis atau produk yang ditawarkan bagi industri digital itu sendiri.

OJK Sebut Pengembangan Industri Keuangan RI Butuh Peran Krusial Sektor Ini

"Kita mapping di fintech ini. Sekarang ada Gojek, Tokopedia, macam-macam. Sekarang sudah memperluas produk-produk yang currency, lending, mungkin nanti masuk produk-produk pasar modal. Dia bukan jasa keuangan, tapi produknya jasa keuangan," katanya dalam acara di Hotel JW Marriot, Jakarta, Rabu 23 Januari 2019.

Wimboh tak menampik, pada dasarnya regulasi itu bisa dikeluarkan oleh masing-masing lembaga melalui legal framework-nya sebagaimana yang sudah dilakukan sebelum-sebelumnya.

Kembangkan Ekosistem Industri Fintech, AFPI Perluas Jaringan Global

Namun demikian, dia menegaskan, perkembangan teknologi digital itu semakin lama tidak lagi bisa dikelola oleh pengaturan legal framework, lantaran akan semakin rumit proses perizinannya maupun jaminan regulasi untuk perlindungan konsumen.

"Ini ada isu legalnya. Selama ini yang terjadi regulasi itu ada dua jenis. Kalau produknya produk payment currency itu di kita. Kalau perusahaannya travel itu di Kementerian Pariwisata. Jadi rumit. Satu perusahaan bukan jasa keuangan, tapi dengan teknologi dia bisa keluarkan produk perbankan," tambahnya.

Karenanya, dia mengusulkan harus ada payung hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur perkembangan industri digital tersebut. Jika terus dibiarkan dan tidak direspons dengan kuat, menurutnya itu akan membuat perkembangan industri digital merusak perkembangan bisnis domestik.

"Ke depan tentunya harus kita atur dalam undang-undang, segera. Kalau tidak dengan legal framework yang ada semakin rumit ini. Yang penting tujuannya harus melindungi hak-hak masyarakat. Enggak bisa dilupakan itu," tegas dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman

OJK Ungkap Ada 14 Perusahaan Pinjol Belum Penuhi Ekuitas Minimum

OJK ungkap hingga saat ini sebanyak 14 perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) belum memenuhi ekuitas minimum Rp 7,5 miliar.

img_title
VIVA.co.id
6 November 2024