Selebgram Sampai Youtuber Dinilai Tak Perlu Dipajaki, Ini Alasannya

Ilustrasi youtuber.
Sumber :
  • VIVA/Twitter

VIVA – Pengamat Pajak Bawono Setiaji mengungkapkan, pemberlakuan pajak khusus bagi pedagang di media sosial, terutama yang dilakukan selebritas Instagram atau Selebgram, dan Youtuber, serta social media influencer, tidak perlu dilakukan pemerintah.

PPN Naik 12%, Ini 3 Solusi untuk Pekerja Hadapi Dampak Kenaikan PPN

Wacana itu sebelumnya diutarakan Kementerian Keuangan, setelah mengeluarkan aturan pajak bagi perdagangan elektronik atau e-Commerce melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018.

Bawono mengatakan, ketentuan pajak Selebgram maupun Youtuber tersebut pada dasarnya telah ditentukan berdasarkan aturan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) pada umumnya. Yakni, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, maupun Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/Pj/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Pemilik Kendaraan Siap-Siap! 7 Pajak Baru yang Harus Dibayar Tahun Depan, Ini Rinciannya!

"Pada intinya, perlakuan pajak untuk Selebram dan social media influencer tidak berbeda dengan profesi lainnya, yaitu tetap tunduk terhadap sistem perpajakan yang berlaku secara umum. Jika ada perbedaan, ditakutkan akan ada diskriminasi dan distorsi bagi perilaku ekonomi," katanya kepada VIVA, Senin 21 Januari 2019.

Lebih lanjut, dia mengatakan, yang perlu dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong tingkat kepatuhan para social media influencer tersebut. Misalnya, dengan meningkatkan intensifitas edukasi maupun sosialisasi mengenai pajak itu sendiri, hingga kemudahan administrasi pelaporan pajaknya.

QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan dan Dampaknya untuk Kamu!

Sebab, menurutnya, sistem pajak yang berlaku di Indonesia adalah dengan penilaian secara mandiri atau self-assessment. Sehingga, terkait pelaporan, penghitungan, hingga pembayaran pajak tersebut dilakukan secara mandiri oleh orang-orang yang termasuk kategori wajib pajak.

"Karena itu, hal yang diperlukan bukanlah perlakuan pajak khusus, namun terobosan administrasi untuk menjamin kepatuhan seperti misal social media analytics dan big data analysis," tutur Bawono.

Dia mendorong, kemudahan adminsitrasi pelaporan pajak itu secara nyata, dapat dilakukan pemerintah dengan menciptakan aplikasi penghitungan pajak yang mudah bagi mereka maupun masyarakat secara umum. Itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini.

"Sebenarnya, sistem di Indonesia yang memudahkan administrasi sudah disediakan, yaitu norma perhitungan penghasilan neto. Dengan model ini, mereka tidak harus pembukuan," ungkap dia.

"Justru, saya melihat profesi tersebut harus dirangkul sebagai duta kesadaran pajak," tambahnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya