Kementerian LHK Beberkan soal Amdal dan Denda PT Freeport
- ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA – Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ilyas Asaad, menanggapi surat terbuka yang dilayangkan oleh Direktur Eksekutif Centre of Energy and Resources Indonesia atau CERI, Yusri Usman pada 30 Desember 2018 lalu.
Salah satu isinya adalah, terkait soal rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 9, terkait kurangnya pengawasan Kementerian LHK dan Kementerian ESDM terhadap pengelolaan lingkungan PT Freeport Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan.
"Hasilnya tertuang dalam Berita Acara Pengawasan Lingkungan Hidup PT Freeport Indonesia tanggal 28 September 2018, dan selanjutnya Menteri LHK menjatuhkan sanksi administratif paksaan pemerintah kepada PT Freeport Indonesia melalui Keputusan Menteri LHK Nomor SK 5559/MENLHKPHLHK/PPSA/GKM.O/10/2017," kata Ilyas.
Selain itu, soal CERI menyayangkan penjelasan Menteri KLHK di BPK tanggal 20 Desember 2018, di mana KLHK disebut mencabut Kepmen 17S/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2018, serta menjatuhkan denda penggunaan kawasan hutan sebesar Rp460 miliar. Ilyas pun menjelaskan, keputusan Menteri LHK Nomor 175 itu tidak pernah dicabut dan tetap masih berlaku.
"Roadmap yang disusun, merupakan langkah menuju pengelolaan tailing yang lebih baik. Melalui Kepmen Roadmap Nomor 594/Menlhk/Setjen/PLA.0/12/2018, ditegaskan langkah yang perlu dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dalam menuju pengelolaan tailing sebagaimana diatur dalam Kepmen 175/Menlhk/Setjen/PLB.3/4/2018 dimaksud," kata Ilyas.
Kemudian, terkait denda penggunaan kawasan hutan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas PNPB yang berasal dari penggunaan kawasan hutan, Ilyas menjelaskan bahwa hal itu dihitung penggunaannya sejak 2008, sehingga mencapai nilai Rp460 miliar.
Soal tudingan belum adanya persetujuan Amdal dari Komisi Amdal pusat tentang aktivitas tambang bawah tanah, tetapi IUPK telah diterbitkan, Ilyas menjelaskan bahwa setelah dilakukan pembahasan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2013 tentang Izin Lingkungan, maka KLHK menyetujui Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH).
"Yang isinya melingkupi 21 kegiatan yang telah berjalan, namun belum mempunyai izin Lingkungan melalui SK.32/PKTL/PDLUK/PLA.4/ 5/2018 tentang pengesahan dokumen evaluasi lingkungan hidup perubahan kegiatan usaha pertambangan dan fasilitas pendukung dari yang tercantum dalam AMDAL, RKL, dan RPL regional perluasan kegiatan penambangan tembaga," ujarnya.
Sebelumnya, Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) melayangkan surat terbuka untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya Bakar, tertanggal 30 Desember 2018.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman menyatakan, surat terbuka itu memaparkan berbagai kerusakan lingkungan akibat aktivitas PT Freeport Indonesia, termasuk tentang perusakan kawasan hutan lindung oleh perusahaan pertambangan itu.
Secara umum, surat dari CERI memuat lima aspek antara lain:
1. Bahwa PT Freeport sejak tahun 1974-2018 menempatkan tailing melalui Sungai Aghawagon dan Sungai Ajkwa dan menempatkannya di ModADA seluas 230 Kilometer. Tailing yang berjumlah 230 juta metric ton per hari menimbulkan perubahan ekosistem di sungai, hutan, estuaria, dan sudah mencapai kawasan laut. Melalui perhitungan yang dilakukan oleh IPB dan LAPAN, jasa ekosistem yang dikorbankan adalah US$13.592.294 atau Rp185 triliun.
2. KLHK perlu melakukan tindakan terhadap penggunaan hutan tanpa izin.
3. Rekomendasi BPK Nomor 9 bahwa KLHK, serta ESDM belum melaksanakan pengawasan sesuai peraturan perundang-undangan.
4. Menyayangkan penjelasanan Menteri KLHK di BPK tanggal 20 Desember 2018, bahwa KLHK mencabut Kepmen 175 Tahun 2018, serta menjatuhkan denda penggunaan kawasan hutan sebesar Rp460 miliar.
5. Belum ada persetujuan Amdal dari Komisi Amdal pusat tentang aktivitas tambang bawah tanah tapi IUPK telah diterbitkan. (asp)