Mahasiswa RI Kerja Paksa di Taiwan, JK: Kita Beda Budaya, Jangan Manja
- VIVA.co.id/Fajar GM
VIVA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, 300 mahasiswa asal Indonesia yang masih di bawah usia 20 tahun dan diduga dipekerjakan secara paksa sebagai buruh pabrik di Taiwan, pada dasarnya bukanlah kerja paksa, melainkan bentuk kebiasaan kerja keras di negara tersebut.
"Kita tidak perlu manja. Mahasiswa kita di Taiwan kerja di pabrik dianggap kerja paksa, padahal itu kebiasaan untuk kerja keras," kata JK saat menjadi pembicara kunci di acara Outlook Perekonomian Indonesia 2019, Jakarta, Selasa 8 Januari 2018.
Menurut dia, hal itu menjadi terlihat negatif lantaran budaya kerja antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat Taiwan memang berbeda. Di mana di Indonesia dikatakannya memang cenderung lebih suka bekerja lambat dibanding kerja keras sebagaimana di Taiwan.
"Kerja keras dengan kerja paksa beda-beda sedikit memang, tapi karena kita terbiasa kerja lebih lambat itu dianggap kerja paksa. Maka jangan kita bermanja-manja dengan kerja sendiri," ungkapnya.
Sebelumnya, fakta mengenai mahasiswa Indonesia yang dipekerjakan di Taiwan itu diungkap Lembaga legislatif Taiwan. Setidaknya ada enam universitas yang ditemukan telah menugaskan siswa mereka dari negara-negara New Southbound Policy (NSP) untuk menjadi pekerja manual di pabrik-pabrik.
Para mahasiswa hanya diizinkan mengikuti kelas selama dua hari dalam seminggu dan satu hari istirahat. Sementara empat hari sisanya mereka haruskan bekerja di pabrik. Mereka bekerja mengemas 30 ribu lensa kontak selama 10 jam per shift.
Sementara, kelas hanya diadakan pada hari Kamis dan Jumat setiap Minggu. Kemudian pada Minggu hingga Rabu mereka diangkut dengan bus ke sebuah pabrik di Hsinchu. Para siswa bekerja dalam shift yang berlangsung dari jam 7.30 pagi sampai 7.30 malam dengan waktu istirahat dua jam.
Sebagian besar siswa Indonesia tersebut adalah muslim. Namun yang mengejutkan, makanan yang diberikan kepada mereka terdiri dari daging babi.(jhd)