Nilai Tukar Petani di 2018 Cuma Naik 0,1 Persen

Kepala BPS Suhariyanto (Kiri).
Sumber :
  • M Yudha Prastya.

VIVA – Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto melaporkan bahwa pergerakan Nilai Tukar Petani atau NTP pada Desember 2018, adalah sebesar 103,16 atau naik tipis 0,04 persen (month-to-month) dibandingkan November yang sebesar 103,12.

Mentan Blacklist 4 Perusahaan Pengedar Pupuk Palsu, Rugikan PetaniRp3,23 Triliun

Namun, jika dibandingkan dengan NTP pada Desember 2017, yang mencapai angka 103,06, kenaikan NTP di 2018, tercatat hanya sebesar 0,1 persen (year-on-year),

Meskipun NTP untuk subsektor lain mengalami penurunan, Suhariyanto memastikan bahwa ada NTP per subsektor yang mengalami peningkatan, yakni di subsektor Tanaman Pangan dan Peternakan.

Ketua OJK Minta Penghapusan Utang Macet Petani hingga Nelayan Segera Dijalankan

NTP Tanaman Pangan tercatat meningkat 0,75 persen, karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 1,26 persen. Sementara itu, indeks harga yang dibayar para petani tercatat hanya naik 0,51 persen.

"Hal ini, karena harga gabahnya meningkat, sehingga otomatis pendapatan petaninya juga meningkat. Jadi, harga gabah, jagung, dan ubi kayu lah yang menyebabkan indeks harga yang diterima petani itu bisa meningkat," kata Suhariyanto di kantornya, kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Rabu 2 Januari 2018.

Pendapatan Brigade Swasembada Pangan Bisa Lebih dari Rp 10 Juta Per Bulan, Begini Perhitungannya

"Sebaliknya, NTP Tanaman Holtikultura menurun tipis 0,02 persen, karena kenaikan lebih kecil dibandingkan harga yang dibayar petani," ujarnya.

Sementara itu, untuk Perkebunan Rakyat, Suhariyanto melaporkan adanya penurunan 1,16 persen, karena indeks harga yang diterima petani atau pendapatan petani menurun akibat harga komoditas kelapa sawit, karet, kakao, dan teh sedang tidak bagus.

"Tiap penurunan harga-harga komoditas ini menyebabkan indeks harga yang diterima petani Perkebunan Rakyat juga menjadi turun," kata Suhariyanto.

Untuk Nilai Tukar Usaha Petani, indeks harga yang diterima petani dibandingkan indeks harga yang dibayar petani, konsumsinya pun dilepas. Artinya, harga-harga biaya faktor produksi relatif stabil, meskipun harga yang dibayar petani hanya khusus untuk biaya faktor produksi dan penambahan barang modal saja.

Untuk Tanaman Perkebunan Rakyat tercatat masih di grafik merah, karena harga komoditas sawit dan karet jatuh, sehingga apa yang diterima petani jadi lebih rendah dibandingkan apa yang harus dibayar petani untuk biaya produksi.

"Tapi secara umum, NTUP-nya masih naik 0,26 persen pada bulan Desember," kata Suhariyanto.

Sementara itu, untuk pergerakan harga gabah pada Desember 2018, harga gabah kering panen adalah sebesar Rp5.237, atau naik 2,35 persen dari November 2018.

"Jadi, baik GKP (Gabah Kering Panen) maupun GKG (Gabah Kering Giling) mengalami peningkatan," ujarnya.

Diketahui, Nilai Tukar Petani merupakan rasio dari harga yang diterima petani dibandingkan dengan harga yang dibayar petani. Harga yang dibayar petani itu sendiri memiliki dua komponen, yakni konsumsi, serta biaya produksi, dan penambahan barang modal.

Sehingga, apabila harga yang diterima petani lebih tinggi daripada yang dibayar, berarti indeksnya akan berada di atas 100 dan menunjukkan nilai tukar produk pertanian kepada barang yang dikonsumsi itu lebih bagus.

Ilustrasi/Petani tembakau di Jawa Timur

Asosiasi Pedagang Kelontong Tolak Rancangan Permenkes Soal Kemasan Rokok Polos

Asosiasi Pedagang Kelontong menolak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, sebagai salah satu aturan yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kese

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024