Gunung Anak Krakatau Siaga, ASDP Pastikan Penyeberangan Laut Aman
VIVA – PT ASDP Indonesia Ferry memastikan, jalur penyeberangan laut antara Pelabuhan Merak dan Bakauheuni tetap aman dilalui meski beberapa waktu lalu tsunami terjadi di Selat Sunda yang diduga akibat aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau pada Sabtu malam, 22 Januari 2018.
Direktur Utama ASDP, Ira Puspa Dewi menyebutkan, sebelum terjadinya bencana alam yang melanda Lampung dan Banten pada 21 Desember 2018, jumlah orang yang melakukan penyeberangan dengan kapal ASDP mencapai 51,8 ribu atau naik tajam dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 35,7 ribu.
"Ada yang menarik saat tanggal 21. Kan kejadian tuh 22. 21 naik 50 persen dari tahun lalu di tanggal yang sama. Untuk penyeberangan itu gede banget, biasanya kalau ada kenaikan ya berapa lah, tapi ini 50 persen besar sekali. Kami lihatnya ada kegairahan baru orang untuk traveling melalui darat yang sudah bagus aksesnya di Sumatera," katanya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 31 Desember 2018.
Namun begitu, kata Ira, pasca kejadian tsunami itu jumlah masyarakat yang melakukan penyeberangan turun cukup drastis. Di mana pada 23 Desember tercatat sebesar 36,5 ribu orang, sementara saat kejadian berlangsung, jumlah masyarakat yang menyeberang sebanyak 66,8 ribu orang.
"Tanggal 22 masih naik 26 persen dari tahun lalu. Nah tanggal 23 kan semua orang sudah tahu tuh ada kejadian, langsung turun banget sampai kurang dari tahun lalu. Tapi operasi kita terus jalan, kita selalu berkoordinasi dengan port, termasuk Syah Bandar, dan kementerian perhubungan," jelasnya.
"Selama ini koordinasi tidak pernah berhenti sama sekali. Tanggal 22 saat kejadian memang kita tidak tahu apa yang terjadi, cuma memang air pasangnya agak ekstrem. Kita amati di bawah seperti biasanya, sehingga secara teknis kalau ekstrem itu kapal bersandarnya sulit, perlu waktu menyelesaikan, harus nunggu," tambahnya.
Karena itu, dia menegaskan, pihaknya masih tetap mengoperasikan jalur pelayaran tersebut. Sebab, menurutnya, ASDP memiliki mekanisme pemantauan bencana pada kawasan tersebut secara mandiri, yakni dengan memperhatikan pasang surut debit air di sisi pelabuhan.
"Tapi tidak sampai penghentian operasional, hanya delay-delay gitu. Biasanya misalnya hanya perlu 15 menit, ini bisa sampai setengah jam. Tapi sampai hari ini tidak ada sampai operasional yang berhenti, masih jalan semuanya," tuturnya.
Dia pun optimis, dengan melihat geliat masyarakat saat ini yang cenderung lebih suka menggunakan jalur darat untuk berpergian, terutama karena akses jalur Trans Sumatra yang sudah semakin baik dan semakin tersambung. Di tambah fasilitas pelabuhan yang telah semakin lengkap dan modern.
"Saya duga sih 31 ini sudah naik lagi (penumpangnya). Sampai hari ini kita monitor, satu-satunya indikator yang terlihat secara kasat mata adalah derajat pasang surutnya. Kita monitor, setiap satu jam update. Artinya kita ingin layanan tetap lancar, Jawa-Sumatera kan memang signifikan, nomor satu logistik sejauh ini. Jadi harus jalan dengan baik, dan waspada," ungkap dia. (ase)